Meski demikian, ada satu hal yang membuat dua nama terakhir itu bisa dibilang selangkah di depan perusahaan pimpinan Dara Khosrowshahi tersebut. Satu hal itu adalah financial technology (fintech).
Uber dilaporkan sedang menjaring lusinan teknisi dari manajer produk untuk mengembangkan layanan teknologi finansial itu. Salah satu fokusnya mengarah ke peningkatan kesetiaan pelanggan, sekaligus memperlebar jarak terhadap pesaing terbesarnya, yaitu Lyft.
Bahkan, sebuah sumber menyebut Uber bisa saja mengembangkan rekening bank miliknya sendiri. Bisa dibilang, ini merupakan tindak lanjut mereka setelah meluncurkan Uber Cash sebagai pengganti Uber credits pada tahun lalu.
Gencarnya Uber dalam menggarap fintech tampak sedikit terlambat jika dibandingkan dengan Go-Jek dan Grab. Keduanya sudah mengarahkan pandangannya dalam membangun ekosistem fintech jauh beberapa tahun yang lalu.
Go-Jek sudah merilis Go-Pay pada pertengahan 2016 lalu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Grab yang memperkenalkan GrabPay pada 2017, dan kemudian berubah menjadi Ovo. Kegunaan keduanya pun semakin meluas seiring berjalannya waktu, mulai dari membayar layanan-layanan di dalam platform tersebut hingga transfer antar pengguna, layaknya sebuah rekening bank.
"Ini tampak seakan tren yang berlangsung mengarah ke model Asia," ucap Asad Hussain, analis dari PitchBook, sebagaimana detikINET kutip dari Quartz, Kamis (13/6/2019).
Upaya untuk Menjadi Super App
Pendekatan Go-Jek dan Grab ke fintech tentunya tak lepas dari upaya mereka untuk menjadi super app. Itu merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut aplikasi dengan berbagai layanan terintegrasi di dalamnya.
Sebagaimana kita ketahui, baik Go-Jek dan Grab tidak hanya menawarkan layanan pemesanan kendaraan saja. Mereka juga punya jasa pesan-antar makakan, pengiriman barang, belanja kebutuhan sehari-hari, hingga pembayaran tagihan.
Hal ini yang membuat keduanya juga dilihat dapat menunjukkan performa lebih baik ketimbang Uber dan Lyft jika suatu waktu melantai di bursa dengan menunjukkan potensi besar dalam meraup untung. Pasalnya, baik Uber dan Lyft memang belum benar-benar mengarahkan pandangan mereka ke sana.
Baca juga: Uber Ditinggal Dua Bos Besar |
Video: Kata Grab soal Rencana Penghapusan Diskon Tarif Ojek Online
[Gambas:Video 20detik]
"Sejak 2018, Grab dan Go-Jek selalu memasarkan diri mereka sebagai perusahaan super-app ketimbang perusahaan ride-hailing, yang mungkin mengindikasikan bahwa narasi ride-hailing memang sudah tamat di kawasan tersebut (Asia Tenggara)," ujar Mark Suckling, dari Cento Ventures.
"Melalui ini, baik Grab dan Go-Jek berencana untuk memutus inefisiensi yang lebih besar di kawasan mereka selain mobilitas yang mungkin memberikan mereka jalur alternatif ke profitabilitas," katanya menambahkan.
(mon/krs)