Menurut perusahaan peneliti berbasis di China dengan nama Hurun Report, itu merupakan sebuah catatan yang mengesankan mengingat kondisi ekonomi global yang tengah melemah dan perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang sedang terjadi.
Penambahan 97 startup selama 2018 itu membuat klub unicorn China saat ini mempunyai anggota sebanyak 286 startup, yang valuasi totalnya mencapai lebih dari 5 triliun yuan. Sebagai informasi, unicorn adalah status yang disandang sebuah startup jika valuasinya sudah mencapai USD 1 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Go-Jek Mau Masuk Malaysia? |
Sementara startup dengan valuasi tertinggi kedua di China adalah Jinri Toutiao, agregator berita populer di China yang dimiliki oleh ByteDance, yang valuasinya 500 miliar yuan. Sekadar informasi, ByteDance adalah pemilik TikTok yang populer di Indonesia.
Lalu di posisi ketiga ada Didi Chuxing, penyedia jasa ridehailing terbesar di China yang valuasinya mencapai 300 miliar yuan, demikian dikutip detikINET dari South China Morning Post, Selasa (29/1/2019).
Laporan yang sama juga menyebut ada 18 unicorn yang valuasinya naik 2 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan valuasi terbesar terjadi di Jinri Toutiao, penyedia aplikasi live streaming Kuaishou, dan Meicai yang merupakan startup penjual produk agrikultur secara online. Ketiga startup itu pertumbuhannya empat kali lipat lebih tinggi ketimbang startup lain.
Selama 2018 pun ada 24 Unicorn dari China yang go public, alias menjual sahamnya di pasar modal. Beberapa di antaranya kini menjual sahamnya lebih rendah ketimbang nilai penawarannya di initial public offering (IPO), seperti Xiaomi dan Meituan Dianping.
"Dari 24 unicorn yang melakukan IPO tahun lalu, lebih dari 70% di antaranya bisa mengalahkan valuasi pre-IPO, yang menunjukkan minimnya efek bubble dalam valuasi yang ada," ujar Ruper Hoogewerf, chairman dan chief researcher di Hurun.
(asj/krs)