Jika bicara soal produsen prosesor untuk komputer dan laptop, mungkin nama Intel akan langsung terbayang di pikiran. Tak mengherankan lantaran mereka memang pemain besar untuk urusan tersebut.
Walau begitu, bukan berarti mereka selalu terdepan untuk urusan chip. Pada 1990an lalu, perusahaan yang berkantor pusat di Santa Clara, California, Amerika Serikat tersebut sempat dibuat kalang kabut oleh ulah seorang anak bangsa yang mencuri perhatian banyak korporasi teknologi berskala global.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia memilih bidang pengembangan teknologi mikroprosesor dan infrastruktur internet untuk ditekuninya saat kuliah S1 dan S2. Keputusannya tersebut ternyata membawanya ke jalur yang benar.
Pasca menamatkan pendidikannya di perguruan tinggi, ia pun bekerja di salah satu produsen chip. Saat itu, Intel yang sudah besar membuatnya berpikir keras untuk menemukan cara agar bisa bersaing dengan mereka.
"Kompetisi dengan Intel itu sulit. Sampai sekarang pun, perusahaan-perusahaan yang berkompetisi dengan Intel itu menemui kesulitan. Intel adalah rajanya mikroprosesor," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Akhirnya, pada tahun 1990, ia menyadari potensi internet yang saat itu masih berada di tahap awal. Dua tahun berselang, ia berhasil membuat prosesor untuk internet, yang kecepatannya menyentuh 155 Mbps, untuk Wide Area Network. Saat itu, dengan infrastruktur yang ada, kecepatan perangkat yang mendukung internet hanya berada di angka 64 Kbps.
Rick pun mengklaim produknya itu memiliki market share hampir 100% secara global. Cisco, Alcatel, Nokia, Ericsson, hingga Fujitsu adalah nama-nama yang menggunakan chip buatannya itu.
Melihat hal tersebut, pada 1995, ia memutuskan untuk mendirikan perusahaan sendiri yang bernama Softcom Microsystems. Dua tahun berselang, ia berhasil membuat prosesor untuk internet dengan kecepatan 1,2 Gbps. Dan sekali lagi, chip tersebut sangat laku di pasaran.
"Tahun 1999, rajanya mikroprosesor Intel gedor-gedor pintu saya dan bilang ingin beli perusahaan ini karena mereka juga ingin bisa supply ke perusahaan-perusahaan yang membuat switch encounter seperti Cisco," katanya menceritakan pengalamannya itu.
Rick pun menerima tawaran tersebut, namun ia memutuskan untuk keluar dari perusahaan dan mendirikan korporasi lainnya. Pada 2000, di bawah panji Bay Microsystems, ia menciptakan chip untuk internet dengan kecepatan 10 Gbps, meninggalkan Intel dengan prosesor buatannya terdahulu.
Sayangnya, pada kisaran 2002 dan 2003, Silicon Valley tengah mengalami peristiwa dotcom crash sehingga ribuan perusahaan tutup. Nama-nama yang biasa membeli chipnya pun memutuskan untuk tidak melanjutkan kerja sama.
Untungnya, masih ada pemerintah Amerika Serikat yang menjadi penyelamatnya. Perusahannya pun diminta untuk membuatkan router dan switch encounter untuk mereka.
Selang dua sampai tiga tahun kemudian, ia diminta untuk membuat prosesor internet dengan kecepatan 40 Gbps, yang disanggupi olehnya. Kini, ia menyebut perusahannya sudah mampu membuat chip dengan kecepatan 100 Gbps.
Baca juga: Splend Janjikan Transaksi Crypo Super Cepat |
Sampai saat ini, Rick sudah memiliki delapan paten yang terdaftar di Amerika Serikat terkait dengan prosesor dan jaringan broadband. Sekarang, ia tengah memulai lembaran baru bersama Splend, perusahaan penyedia infrastruktur blockchain yang didirikannya pada 2016.
(krs/fyk)