Grab telah mengumpulkan pendanaan sekitar USD 4 miliar dari investor yang dipimpin raksasa teknologi Jepang, Softbank. Sumber daya tersebut digunakan dengan baik oleh Tan yang memulai Grab sekitar 6 tahun lalu sebagai startup yang kecil di Malaysia.
Dana yang melimpah membuat Grab bertahan meski harus membakar banyak uang dan menjadi modal mereka merekrut talenta papan atas. Praktis Anthony yang kini berusia 36 tahun, tinggal memiliki lawan sepadan di perusahaan Go-Jek, itupun masih khusus pasar Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berawal dari Malaysia, Grab kini berbasis di Singapura dan memiliki valuasi USD 6 miliar. Untuk memperkuat perusahaan, strategi Tan terutama adalah merekrut karyawan berkualitas.
"Di Asia Tenggara, salah satu hal tersulit adalah membangun talenta teknologi. Tapi kami bisa mengumpulkan orang dari Google, Facebook, Twitter, dan Microsoft. Dengan itu, kami bisa membuat produk yang hebat," kata Tan yang dikutip detikINET dari Star Online.
Baca juga: Grab dan Uber Bersatu Melawan Go-Jek |
Namun Tan tak boleh berbangga meski sudah berhasil menetralisir Uber karena masih ada Go-Jek. Go-Jek punya keunggulan lebih banyak layanan dan uangnya pun melimpah ruah. Sejauh ini mereka masih beroperasi di Indonesia, tapi bukan tak mungkin berekspansi ke regional.
Selain perusahan dalam negeri seperti Astra dan Djarum, Go-Jek belum lama ini telah mendapat sejumlah dana investasi dari nama-nama besar seperti Alphabet (induk perusahaan Google), Temasek Holdings, KKR & Co, Warburg Pincus LLC, dan Meituan-Dianping.
Beberapa perusahaan tersebut secara bersama-sama menggelontorkan dana sebesar USD 1,2 miliar, atau kurang lebih setara dengan Rp 16 triliun sebagai investasi pada Go-Jek. Saat ini, valuasi Go-Jek diperkirakan sekitar USD 5 miliar.
Jadi, menarik mencermati bagaimana pertarungan ketat antara Grab dan Go-Jek. Apalagi Anthony Tan dan Nadiem Makarim pendiri Go-Jek, sama-sama lulusan Harvard Business School di Amerika Serikat. Siapa nanti yang bakal jadi jawara? (fyk/fyk)