Asia Tenggara menjadi pasar dengan pertumbuhan tercepat sekaligus menjadi arena persaingan yang ketat bagi layanan ride sharing. Pengumuman Grab hanya berselang beberapa minggu setelah Uber menjual operasionalnya di China ke Didi Kuadi, layanan sejenis yang mendominasi pasar lokal.
Sejumlah investor Grab dan analis mengatakan, Uber kemungkinan besar fokus pada upaya memperkuat pasar dan menanamkan uangnya di pasar lain, yakni Asia Tenggara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Reuters, Selasa (20/9/2016), Grab mengklaim menguasai 95% pangsa pasar layanan pemanggilan taksi, sementara bisnis mobil pribadinya menjamah lebih dari setengah pasar Asia Tenggara.
Sejak diluncurkan 2012, Grab terus berekspansi dengan memberikan lebih banyak pilihan layanan, mulai dari ojek online, carpooling dan layanan pesan antar barang dan makanan. Grab juga diketahui bekerja sama dengan Lippo Group untuk menerapkan platform pembayaran mobile di pasar terbesarnya yakni Indonesia.
"Kami sangat gembira dengan pertumbuhan peluang di Indonesia, di mana kami melihat potensi pasar bernilai hampir USD 15 miliar untuk pasar layanan ride sharing saja. Potensi besar juga terlihat untuk memperluas platform GrabPay secara regional," kata CEO sekaligus pendiri Grab Anthony Tan.
Investor sebelumnya di Grab antara lain termasuk China Investment Corporation, Vertex Ventures Holdings dan Temasek Holdings. Grab saat ini beroperasi di Singapura, Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Layanannya, terutama ojek online, populer digunakan di kota-kota dengan tingkat kemacetan parah seperti Jakarta dan Manila. Aplikasi ini juga dikenal di Singapura untuk layanan sewa mobil prbadi.
Berbicara layanan ojek online, pesaing terdekatnya di Indonesia saat ini adalah Go-Jek. Tak mau ketinggalan, Go-Jek pun berupaya memperkuat posisinya. Agustus lalu, Go-Jek mendapat suntikan dana lebih dari USD 550 juta dari KKR, Warburg Pincus dan investor lainnya. (rns/ash)