Ranah internet Indonesia sempat dihebohkan dengan laporan lembaga riset dan konsultan IT Akamai. Bagaimana tidak? Indonesia ditempatkan sebagai pemuncak di daftar negara hosting malware, mengalahkan China.
Terlepas dari metode, maupun akurasi dari laporan tersebut beberapa aspek terkait dengan keamanan dan pemahaman user tentang security, faktanya di Indonesia masih rendah.
Kondisi tersebut dapat terlihat dari angka prevalensi malware Indonesia dibandingkan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Indonesia selalu berada di posisi kedua di bawah Laos, sebuah negara dengan tingkat kemajuan teknologi di bawah Indonesia.
Β
Angka prevalensi Indonesia berkisar di angka belasan, bahkan memasuki minggu ketiga Oktober sempat mencapai 21,31%. Sebuah angka prevalensi malware yang tinggi. Angka tersebut segera berangsur turun hingga 19.1% pada 29 Oktober.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yudhi Kukuh, Technical Consultant PT Prosperita-Eset Indonesia menyampaikan beberapa kondisi yang mendorong tingginya level infeksi dan trafik serangan dari Indonesia.
"Kesadaran masyarakat terhadap keamanan data masih minim, bisa dilihat dari level prevalensi Indonesia yang masih tinggi. User enggan mengalokasikan keuangan untuk software keamanan, dalam bentuk software antivirus," ujarnya.
"Jikapun menggunakan antivirus, cederung memilih versi ilegal, seperti bajakan maupun versi crack asalkan murah, kalau bisa gratis. Cara memperolehnya bisa melalui berbagai cara yaitu membeli sedangkan versi crack-nya dicari di forum-forum komunitas di internet," lanjut Yudhi, dalam keterangan tertulis kepada detikINET.
Ketidaktahuan user tentang ancaman, aspek keamanan dan perangkat untuk proteksinya membuat user tidak aware saat berinternet sehingga membuat user juga menjadi faktor pendorong penyebaran.
Ketidaktahuan akhirnya juga menjadi salah satu celah yang dimanfaatkan oleh pelaku penyebaran malware. Dengan demikian, terbuka ruang bagi perkembangbiakan dan penyebaran virus komputer.
Banyaknya warnet juga menjadikan penyebaran virus semakin marak. Volume pelanggan yang tinggi dan berbeda-beda, sehingga sulit untuk mengontrol pola perilaku pelanggan.
Patch pada sistem operasi, pada laporan 10 malware teratas Oktober 2013 yang disampaikan oleh situs Virus Radar terlihat beberapa virus seperti LNK/Autostart, INF/Autorun, Win32/Conficker masih bertengger di posisi atas.
Faktanya malware tersebut memanfaatkan celah keamanan sistem operasi dan dapat dihindari bila sudah di-patch. Jadi bisa disimpulkan di Indonesia masih banyak sistem operasi yang tidak di-patch yang kemungkinan besar disebabkan oleh sistem operasi bajakan yang tidak melakukan update secara berkala.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 10 malware teratas yang beredar di Indonesia berikut ini:
Relatif tidak banyak berubah dari daftar 10 malware bulan-bulan sebelumnya sehingga bisa disimpulkan, keamanan sistem di Indonesia belum menjadi perhatian, dan banyak system operasi yang digunakan di Indonesia tidak di-patch.
Pertanyaannya, jika patch gagal dilakukan di sistem yang kita gunakan, apakah sistem operasi yang digunakan masih software bajakan?
(ash/fyk)