Pungutan BHP Turun Demi Sanksi Denda
Hide Ads

Pungutan BHP Turun Demi Sanksi Denda

- detikInet
Senin, 27 Agu 2007 08:34 WIB
Jakarta - Pungutan biaya hak penggunaan (BHP) telekomunikasi diusulkan turun dari 1% menjadi 0,5% dari pendapatan kotor operator setelah dikurangi biaya interkoneksi dan biaya piutang yang tidak tertagih supaya aturan sanksi denda bisa segera diberlakukan mulai awal 2008 mendatang.Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel, Gatot S. Dewa Broto mengatakan skema jenis dan tarif pungutan baru untuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) tersebut diusulkan karena Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2005 yang mengaturnya sudah tidak relevan lagi dengan kondisi industri saat ini.Oleh sebab itu, lanjutnya, usulan penurunan tersebut juga disesuaikan dengan kenaikan pungutan BHP untuk program pembangunan sarana layanan pedesaan Universal Service Obligation (USO) dari 0,75% menjadi 1,25%."Kami sudah memperhitungkan pengurangan dan kenaikannya secara komprehensif berhubung sebelumnya tidak ada sanksi denda. Kita mencoba bersikap proporsional karena jika PNBP naik takutnya industri malah tidak kondusif," tutur Gatot pada detikINET, Senin (27/8/2007).Ia mengungkapkan, revisi PP tersebut akan dibahas lagi dengan Departemen Keuangan (Depkeu) dalam minggu ini setelah sebelumnya dikembalikan dan disosialisasikan lagi di hadapan publik demi mendapatkan masukan terbaik. "Depkeu ingin memastikan bagaimana mekanisme PNBP bisa diterapkan secara efektif dan industri bisa mengimplementasikannya tanpa hambatan. Masalahnya, PP ini nantinya terkait dengan banyak instansi seperti Depkeu, Depkumham, dan Setneg," jelas Gatot.Pun, ia memastikan revisi dari PP No. 28/2005 itu nantinya akan membahas lebih rinci sanksi denda yang akan dikenakan kepada operator yang melakukan pelanggaran atas kelalaian yang disebabkan penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi.Belum LengkapSementara itu, Peneliti Senior dari ICT Watch, Mukhlis Ifransah, menilai bahwa PP untuk BHP telekomunikasi yang berlaku saat ini maupun PP baru yang dalam bentuk revisi masih kurang lengkap dan cenderung merugikan pihak-pihak tertentu."Misalkan saja, penyedia jasa internet atau ISP yang tidak punya jaringan sendiri. Jika interkoneksi jaringannya tumbang, kabel terputus, dan mengakibatkan sambungan internet tidak jalan, apakah gara-gara hal itu akan kena denda, berhubung jasa yang dia tawarkan itu tergantung pihak lain?"Bagaimana caranya untuk membuktikan apakah penyedia jasa itu benar-benar bersalah? Apa boleh mengajukan keberatan jika terjadi kegagalan karena kesalahan pihak ketiga, misalkan yang memasang kabel, proses penyelesaian masalahnya bagaimana, apakah pemerintah akan langsung ketok palu kena denda sekian?" Mukhlis menandaskan. (rou/rou)

Berita Terkait