Starlink akan memperluas jangkauan pasarnya di Indonesia, dimana pada pertengahan Mei 2024 ini akan masuk ke pasar ritel. Namun, ada sisi lain Starlink yang berpotensi jadi ancaman ketika beroperasi di Indonesia.
Konstelasi satelit internet tersebut sebelumnya sudah hadir di Indonesia. Hanya saja, kehadirannya untuk melayani pelanggan bisnis, tepatnya menjadi backhaul Telkomsat yang merupakan anak perusahaan Telkom.
Seiring berjalannya waktu, Elon Musk ingin menyasar target lebih besar dengan membidik pelanggan ritel Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk jangka pendek, Starlink adalah jawaban mengatasi ketersediaan akses internet, khususnya di wilayah yang sulit dijangkau oleh infrastruktur telekomunikasi daratan. Starlink pun mampu menyediakan internet yang andal. Namun di sisi lain ada juga sejumlah potensi persoalan yang mungkin timbul karena satelit tersebut.
1. Pengamatan Astronomi
Berkaca pada kasus yang terjadi di mancanegara, kehadiran Starlink rupaya membawa masalah dalam pengamatan astronomi. Gelapnya malam jadi waktu yang cocok mengawasi angkasa, tapi itu terganggu gegara adanya Starlink yang jumlah ribuan itu muncul dan memancarkan cahaya di angkasa.
Persatuan Astronomi Internasional atau International Astronomical Union (IAU) mengoordinasikan pengamatan dari seluruh Bumi, dan hasilnya diketahui bahwa satelit tersebut hampir seterang bintang seperti Antares dan Spica.
Untuk diketahui, Antares dan Spica masing-masing merupakan bintang ke-15 dan ke-16 paling terang di langit malam. Studi lain menemukan, keberadaan satelit membuat Antares dan Spica menjadi kurang reflektif. Kedudukannya kini setara dengan bintang paling terang ke-22 atau lebih.
2. Berpotensi Bahayakan Pesawat
Starlink merupakan satelit berjenis Low Earth Orbit (LEO) mengitari Bumi dengan ketinggian sekitar 550 km dari daratan. Dari sisi teknis untuk layanan internet, tentu itu memberikan dampak oke dengan latensi yang jauh lebih cepat dari satelit pada umumnya.
Tetapi, lantaran jaraknya tidak jauh dari Bumi, sistem satelit ini bisa membahayakan pesawat di masa mendatang. Hal itu diungkapkan Andy Lawrence, Profesor Regius Astronomi di University of Edinburgh
Dari posisinya, memang tidak akan banyak puing jika Starlink jatuh ke Bumi. Sebagian besar akan terbakar di atmosfer, namun beberapa akan melewatinya dan bahkan sebagian kecil dinilai bisa menjatuhkan sebuah pesawat.
3. Monopoli
Jumlah Starlink yang terbang di orbit rendah Bumi dan jumlahnya mencapai ribuan itu menimbulkan dugaan kalau SpaceX mencoba memonopoli luar angkasa, meskipun, Elon Musk membantah tudingan itu.
Badan Antariksa Eropa (ESA) menilai Musk 'membuat aturan' untuk industri luar angkasa komersial yang sedang berkembang. Sedangkan, pesaingnya jumlahnya sangat sedikit.
4. Bisnis Operator Lokal
Starlink yang disebut akan menyediakan akses internet di timur Indonesia mengundang kekhawatiran bagi operator seluler yang sudah lebih dulu berbisnis di industri telekomunikasi tanah air.
Operator seluler mendesak pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk bertindak dan tidak membuka pintu selebar-lebarnya untuk perusahaan asing yang kekuatan modalnya sangat besar.
Sementara itu, dalam beberapa waktu terakhir, Kominfo memastikan menerapkan level playing field ketika Starlink terjun ke pasar ritel Indonesia.
5. Keamanan Nasional
Berada di atas ketinggian, Starlink disebut berpotensi mengancam keamanan nasional. Apalagi, konstelasi satelit internet itu sering wara-wiri di orbit Bumi.
Sebuah studi militer China menyebut bahwa jaringan komunikasi Starlink SpaceX sebagai potensi ancaman bagi keamanan nasional China dan mendesak pengembangan kemampuan untuk menonaktifkan atau menjatuhkannya.
Peneliti militer China khawatir bahwa satelit-satelit ini dapat memberikan layanan komunikasi kepada saingan atau menabrak stasiun ruang angkasa atau satelit China, dan bertindak sebagai 'agen bunuh diri' untuk menonaktifkan infrastruktur ruang angkasa China selama perang.
Persoalan yang sama juga diungkapkan ketika Starlink akan melakukan uji coba di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang notebene adalah pengganti Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia.
Dr Dipl. Ing. Lilly S. Wasitova, seorang aerospace engineer dan praktisi teknologi kedirgantaraan, mengatakan mengatakan satelit sudah mengalami revolusi yang sangat cepat, membuat ruang angkasa dan ruang antariksa di atas Indonesia menjadi sangat strategis. Selain adanya besarnya potensi sampah antariksa, menurut Lilly faktor keamanan dan kedaulatan harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam memberikan izin operator satelit yang akan berusaha.
"Itu yang membuat sampai saat ini India menolak operasional Starlink di negaranya. Masuknya Starlink bisa menjadi faktor keamanan dan kedaulatan India menjadi rentan. Saya tak yakin Indonesia memiliki kajian yang mendalam mengenai aspek keamanan dan kedaulatan ketika Starlink diberikan izin berusaha," kata Lilly.
(agt/fyk)