Mengatasi Blank Spot Pakai Satelit, Bisa?
Hide Ads

Mengatasi Blank Spot Pakai Satelit, Bisa?

Anggoro Suryo - detikInet
Selasa, 24 Okt 2023 13:48 WIB
SpaceX  Starlink
Foto: SpaceX
Jakarta -

Masalah blank spot atau daerah yang tak terjangkau jaringan telekomunikasi masih tetap terjadi di Indonesia. Salah satu kendala utamanya adalah sulitnya menyediakan konektivitas serat optik ke BTS yang ada di daerah blank spot.

Hal ini diutarakan Deputi Bidang Komunikasi, Informasi, dan Aparatur Kemenko Polhukam Marsda TNI Arif Mustofa dalam forum bertajuk 'Koordinasi dan Sinkronisasi dalam rangka Mengatasi Permasalahan Blank Spot guna Pemerataan Layanan Telekomunikasi di Wilayah Indonesia' pada Kamis, 19 Oktober 2023 lalu.

Kominfo yang diwakili oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Indra Maulana mengamini hal tersebut. Indra menambahkan bahwa terdapat sejumlah BTS operator seluler di daerah 3T yang belum maksimal kualitas layanannya, alias 4G rasa 3G.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendalanya ada pada jaringan backhaul menuju BTS yang menggunakan VSAT dengan kapasitas bandwidth terbatas. Sedangkan untuk membangun jaringan serat optik diperlukan investasi yang lebih besar sedangkan kondisi geografis sangat yang menantang.

Dalam mengatasi tantangan tersebut, operator seluler dapat mengoptimalkan layanan Satelit berbasiskan teknologi Low Eart Orbit (LEO). Backhaul berbasiskan satelit LEO memiliki kualitas yang hampir menyamai kualitas jaringan serat optik. Hal ini disampaikan oleh Mohammad Ridwan Effendi, pakar Telekomunikasi dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung.

ADVERTISEMENT

Ridwan menjelaskan bahwa secara teknis, Satelit LEO seperti Starlink memiliki kemampuan berkomunikasi antara satu dengan yang lain di luar angkasa. Kondisi ini memungkinkannya mengalirkan data tidak melewati gateway yang ada di Indonesia.

"Jika gateway satelit LEO seperti Starlink tidak di Indonesia, Pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban lawful intercept, sebagaimana diamanatkan dalam UU Telekomunikasi, UU KPK, dan UU Intelijen Negara. Untuk itu, penyelenggaraan layanan backhaul berbasiskan satelit LEO, wajib dikerjasamakan dengan penyelenggara satelit dalam negeri," tegas Ridwan.

Sementara itu pengamat kebijakan publik Ahmad Alamsyah Saragih di forum yang sama menilai pemerataan layanan telekomunikasi melalui optimalisasi pengembangan jaringan operator telekomunikasi sudah tepat. Pemerintah sebaiknya tidak seolah-olah menjadi operator, seperti yang dipraktikan Bakti Kominfo selama ini. Risikonya sangat besar, termasuk over investment dan over capacity.

"Layanan seluler ini kan inklusif. Satu BTS akan melayani masyarakat satu desa. Beda jika Starlink yang menyediakan langsung layanan internet ke masyarakat. Satu antena starlink maksimal hanya bisa melayani cakupan satu rumah. Harga antena Starlink dan biaya berlangganan bulanannya juga sangat mahal. Ini jelas eksklusif," ujarnya.

Pada akhir sesi diskusi, Marsda TNI Arif Mustofa menggarisbawahi pentingnya koordinasi dan sinkronisasi dalam mengatasi masalah blank spot dalam mencapai Indonesia Merdeka Sinyal. Arif mendorong adanya pembahasan tripartit antara Kementerian Dalam Negeri/Pemerintah Daerah, Kominfo, dan penyelenggara telekomunikasi.

Pembahasan tripartit tersebut diperlukan untuk memvalidasi data wilayah blank spot dan mencarikan solusi teknis pemerataan layanan telekomunikasi yang inklusif. "Kominfo, Kemendagri dan/atau Pemda, serta operator seluler harus duduk bareng untuk segera memvalidasi data dan mensolusikan masalah blank spot ini," tutup Arif.




(asj/fay)