Operator selular Smartfren mengundang Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) dalam uji coba atau trial kedua dari penerapan 5G pada spektrum frekuensi 26 GHz. Dalam acara uji coba tersebut, Smartfren juga menggandeng ZTE dan Qualcomm sebagai mitra yang bekerja sama menyediakan 5G kepada Smartfren.
Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengungkapkan uji coba ini dilakukan untuk melakukan pengecekan spektrum yang sampai saat ini belum pernah digunakan oleh layanan seluler, yaitu millimeter wave(mmwave).
"Uji coba yang kita gunakan satu spektrum yang selama ini belum digunakan oleh layanan seluler. Teman-teman teknologi menyebutkan dengan millimeter wave, di 26 Giga atau 28 Giga. Frekuensi ini merupakan frekuensi yang tinggi sekali, karena hari ini seluler itu paling tinggi bekerja di 2,3 GHz. Sekarang yang kita coba 10x lipat lebih tinggi," ungkap Merza, saat acara uji coba, Kamis (17/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Merza mengungkapkan jaringan 5G tidak hanya sekedar layanan untuk fasilitas hiburan atau chatting semata. Pasalnya, teknologi ini menjanjikan banyak sekali hal.
"5G ini bukan sekadar layanan yang kemudian dinikmati di handphone hanya untuk melihat-lihat film, apalagi kalau hanya sekadar chatting. Sangat disayangkan, karena 5G adalah sebuah teknologi yang menjanjikan banyak hal, baik dari sisi kecepatan, kapasitas, latency, dan lain-lain. Oleh sebab itu, kita harus memanfaatkan teknologi ini untuk benar-benar memajukan bangsa dan negara," jelas Merza.
Hal itu yang akan dikaji Smartfren bersama Kemkominfo, dengan begitu mereka dapat melihat bagaimana layanan 5G secara keseluruhan dan manfaat-manfaatnya bagi industri layanan umum, terutama yang bersifat mission critical. Dengan adanya trial ini, diharapkan teknologi 5G dapat cepat-cepat dapat digunakan oleh para pelaku industri seluler, terutama Smartfren.
"Apakah itu di bidang health, transportasi, atau hal-hal lain yang tidak bisa hanya bergantung pada spektrum yang rendah saja. Maka, bandwidth yang lebar hanya available di mmwave. Inilah yang jadi sasaran utama dan kita lihat hasilnya cukup memuaskan, sehingga kita sama-sama dapat berkesimpulan bersama Kominfo, kapan 5G ini dapat digunakan oleh para pelaku di industri seluler," paparnya.
"Tentu saja kami dari Smartfren sangat menginginkan mmwave menjadi satu spektrum yg akan bisa digunakan semua pelaku dalam melayani 5G secara utuh," ujar Merza.
Untuk diketahui, uji coba 5G pun dilakukan dari berbagai aspek. Uji coba pertama, dilakukan dengan speed testing. Di tes ini, Smartfren menunjukkan kecepatan internet 5G yang stabil dan lebih cepat. Kecepatan unduhnya tembus 1,75 Gbps.
Uji coba kedua dilakukan dengan pemutaran video 4K. Dalam pemutaran video tersebut, nyaris tidak ada lagging dan video tampil secara jernih.
Sementara uji coba ketiga menerapakan remote surveillance. Pada uji coba kali ini menggunakan kacamata VR Reality oleh Smartfren. Sedangkan uji coba keempat menguji Augmented Reality.
Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Ditjen SDPPI Kemkominfo, Mulyadi mengucapkan selamat kepada Smartfren atas keberhasilannya menyediakan layanan 5G. Pasalnya, layanan tersebut tentu menjadi hal yang sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
"Tentu saja, layanan 5G akan ditunggu masyarakat Indonesia. Ini akan memberikan kesempatan untuk masyarakat Indonesia untuk dapat menikmati layanan 5G," ujar Mulyadi.
Lebih lanjut, Mulyadi mengungkapkan Kemkominfo mendukung pelaksanaan uji coba layanan 5G. Pasalnya, mereka ingin melihat efektivitas 5G sehingga dapat merencanakan bagaimana pita frekuensi tersebut dapat digunakan oleh layanan 5G di masa yang akan datang.
Kemkominfo juga berharap jaringan 5G dapat mendorong inisiatif ekosistem dan dimanfaatkan industri atau pelaku usaha dalam negeri.
"Disamping efektivitas, pemerintah juga berharap uji coba ini dapat dilaksanakan untuk mendorong inisiatif ekosistem baru, aplikasi layanan baru yang bisa digunakan di jaringan 5G. Meskipun 5G memiliki keuntungan yang lebih tinggi dari 4G, tapi jika pemanfaatannya tidak dapat melibatkan industri atau pelaku usaha dalam negeri, maka kita hanya jadi 'smart user' saja," tutur Mulyadi.
(prf/fay)