Pentingnya RUU Ciptaker untuk Implementasi 5G
Hide Ads

Pentingnya RUU Ciptaker untuk Implementasi 5G

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Senin, 08 Jun 2020 19:40 WIB
Ilustrasi BTS XL Axiata
Ilustrasi BTS. Foto: Dok. XL Axiata
Jakarta -

Telekomunikasi adalah sektor yang bakal terpengaruh dalam Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker), terutama lewat UU Telekomunikasi.

Bahkan, bisa dibilang implementasi 5G pun bisa terhambat jika masalah network sharing dan spectrum sharing tak juga diatur oleh pemerintah. Pasalnya dua aturan ini dibutuhkan untuk mendukung implementasi 5G yang membutuhkan pita frekuensi sangat besar.

"Penyebabnya adalah untuk implementasi 5G diperlukan alokasi spektrum frekuensi minimal 100 MHz per operator. Kalau tidak sharing maka kita akan kesulitan mengembangkan 5G," ujar Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute dalam diskusi yang diadakan oleh Sobat Cyber pada Jumat (5/6/2020) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, Mira Tayyiba, Staf Ahli Bidang Transformasi Digital, Kreativitas, dan Sumber Daya Manusia Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam acara yang sama juga menyebut RUU Ciptaker ini bakal berdampak langsung dengan sektor telekomunikasi lewat UU Telekomunikasi.

Pasalnya, saat ini ada beberapa isu di sektor telekomunikasi yang belum diatur lewat UU Telekomunikasi tersebut. Seperti pencabutan perizinan berusaha atau persetujuan atas penggunaan spektrum frekuensi yang optimal.

ADVERTISEMENT

Isu lainnya adalah kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk mendukung 5G antara operator telekomunikasi setelah mendapatkan persetujuan pemerintah. Mira pun melihat belum adanya aturan pengalihan penggunaan spektrum radio dari teknologi TV analog ke TV digital.

"Dengan memperhatikan urgensinya dan mengingat substansi tersebut belum ada dalam UU 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi maka pemerintah memandang perlu memasukan substansi infrastructure sharing dalam RUU Cipta Kerja," terang Mira.

Dalam diskusi tersebut, Ketua Bidang Infokom DPP KNPI Muhammad Ikhsan punya pandangan berbeda terhadap masalah tersebut. Menurutnya hal ini harus diatasi lewat revisi PP 52 Tahun 2000, bukan lewat RUU Ciptaker.

Pasalnya, menurut Ikhsan, proses RUU Ciptaker ini masih panjang, sementara masalah yang ada saat ini cukup pelik. Jadi akan lebih baik jika difokuskan pada revisi PP 52/53 tersebut.

"Kita melihatnya seperti itu. Revisi PP 52/53 sekarang. Jika ada perubahan maka nanti kita bicarakan di Omnibus Law. Omnibus Law ini masih panjang," tegas Ikhsan.

Namun kemudian Indra Maulana Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, yang mewakili Ahmad M. Ramli selaku Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) angkat bicara dalam diskusi tersebut.

Menurut Indra Kementerian Kominfo sebenarnya pernah mengusulkan revisi PP 52/53 dan dibahas lintas Kementerian, namun belum bisa diselesaikan. Permasalahan network sharing ini meliputi banyak aspek. Tidak hanya bisnis dan teknis saja, tetapi juga menyangkut aspek hukum.

Jika dilihat dari hierarki peraturan perundang-undangan, melakukan revisi di sisi UU jelas akan memiliki dampak lebih luas dan prinsip dibandingkan dengan revisi PP yang tingkatannya berada di bawah UU. Sebaliknya, revisi PP tidak dapat keluar dari koridor pengaturan yang telah ditetapkan oleh UU diatasnya.

"Kominfo menganggap dengan adanya RUU Cipta Kerja ini maka pembahasan mengenai revisi PP 52/53 sudah tak diperlukan lagi. RUU Cipta Kerja bahkan lebih hebat dari PP 52/53. Jadi kita fokus di RUU Cipta Kerja saja. Kalau membahas revisi PP 52/53 justru kita malah mundur dan energi terbuang," terang Indra dalam diskusi tersebut.

Seperti kita ketahui bersama kerjasama untuk memanfaatkan spektrum frekuensi pernah dilakukan oleh salah satu penyelenggara telekomunikasi. Karena kerjasama tersebut tidak diatur dalam UU Telekomunikasi dan peraturan perundang-undangan di bawahnya maka salah satu penyelenggara telekomunikasi divonis pidana bersalah dan diharuskan membayar kerugian kepada negara.

Indra meminta agar seluruh komponen masyarakat mendukung RUU Cipta Kerja. Tidak usah membahas lagi PP 52/53. Tujuannya agar esensi yang baik bagi industri telematika di Indonesia dapat diterapkan yaitu menyambut implementasi teknologi 5G.

"Dengan RUU Cipta Kerja pemerintah akan menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kesehatan industri telekomunikasi nasional," pungkas Indra.




(asj/fay)