Seperti yang disampaikan oleh Komisioner BRTI I Ketut Prihadi, ia mengatakan untuk mengetahui persoalan yang dialami oleh Harry berserta tim IT KPU lainnya, maka perlu dilihat dulu panggilan tak terjawab tersebut menggunakan jasa telepon seluler konvensional (08.... ke 08....) atau menggunakan aplikasi.
"Jika dilihat dari tampilan berita yang ada, panggilan digunakan dengan menggunakan aplikasi," ujar Ketut saat dihubungi detikINET, Jumat (29/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika menggunakan aplikasi, ada kemungkinan nomor pemanggil (aplikasi) disamarkan/dimasking, sehingga yang terkirim hanya caller ID tertentu, seperti +100. (Sebab), kode negara untuk panggilan telepon tidak ada yang +100," ungkapnya.
Ketut pun menjelaskan terkait teknologi masking yang diucapkannya. Secara sederhana, masking digunakan untuk panggilan suara atau pun SMS dengan menggunakan alpha sender ID, di mana identitas pengirim pada layar ponsel penerima berubah menjadi nama perusahaan, instansi, produsen atau jasa lain.
Baca juga: Misteri Nomor +100 yang Teror Tim IT KPU |
"Tujuannya adalah untuk memberikan rasa percaya bahwa panggilan/SMS dilakukan oleh pemanggil yang kredibel. Jadi, masking biasa merubah angka menjadi huruf," kata Ketut.
Sementara apabila perubahan angka menjadi angka lain, maka kemungkinan istilahnya bukan masking lagi. "Tapi, lebih ke penyamaran identitas asli," sebutnya. (agt/fyk)