Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, dengan rampungnya penataan ulang atau refarming frekuensi 2,1 GHz, masyarakat bisa merasakan layanan internet yang lebih cepat dari sebelumnya.
Disampaikan Rudiantara, proses refarming ini bila disederhanakan bahasanya, diibaratkan seperti lahan kosong, di mana blok-blok yang disebut lahan kosong tersebut harus berdampingan sesuai dengan pemiliknya.
Disampaikan Rudiantara, proses refarming ini bila disederhanakan bahasanya, diibaratkan seperti lahan kosong, di mana blok-blok yang disebut lahan kosong tersebut harus berdampingan sesuai dengan pemiliknya.
Proses refarming ini dilatarbelakangi oleh kesepakatan bersama antara pemerintah dengan operator yang menghuni di frekuensi 2,1 GHz pada November 2017, usai diumumkannya pemenang seleksi blok kosong.
Hutchison 3 Indonesia (Tri) dan Indosat Ooredoo ditetapkan sebagai pemenang seleksi untuk mengisi blok 11 dan blok 12 di pita frekuensi 2,1 GHz.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, layananya nggak lemot lagi, nggak padat lagi di kota-kota besar, itu tujuan sebetulnya menambahkan frekuensi kepada operator," ucap Rudiantara di Menara Merdeka, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Bila sesuai jadwal, penataang ulang di frekuensi 2,1 GHz ini dilakukan sejak 21 November 2017 sampai dengan 25 April 2018. Namun, ternyata proses refarming tersebut bisa diselesaikan lebih cepat dari perkiraan, sehingga operator seluler dapat memanfaatkan frekuensi tersebut untuk meningkatkan layanannya, terutama di kota-kota besar.
Refarming ini terbagi ke dalam 42 cluster di seluruh Indonesia dan dilakukan secara bertahap dalam 136 langkah (batch) pemindahan frekuensi (retuning). Pelaksanaan refarmingi ini melibatkan empat operator seluler, yaitu Telkomsel, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, dan Indosat Ooredoo.
"Dulu, operator ini kecekik karena kapasitas terbatas tapi pelanggannya banyak. Sekarang sudah sudah ditambah kapasitasnya, cuma pelanggan belum naik banyak. Kualitas layanan akan semakin baik," ungkapnya.