Ulur Tarif Interkoneksi, Kominfo Terancam Maladministrasi
Hide Ads

Ulur Tarif Interkoneksi, Kominfo Terancam Maladministrasi

Agus Tri Haryanto - detikInet
Jumat, 02 Feb 2018 13:47 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Polemik penetapan tarif interkoneksi terbaru, nampaknya sudah semakin terang-benderang. Apabila tetap tidak menetapkan tarif interkoneksi terbaru, Kementerian Kominfo dinilai telah melakukan maladministrasi dan menimbulkan kerugian negara.

Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyebutkan bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara telah menerima surat rekomendasi hasil perhitungan tarif interkoneksi yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Hal itu dipastikan oleh Komisioner BRTI Taufik Hasan. Disampaikannya juga, BRTI sudah diajak diskusi oleh Kominfo untuk membahas hasil dari tim verifikasi BPKP mengenai skema dan perhitungan tarif interkoneksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Taufik menjelaskan ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan BPKP untuk menyelesaikan sengkarutnya penetapan tarif interkoneksi yang terbaru. Dalam surat yang dilayangkan ke Kominfo, kata Taufik, BPKP menuliskan rekomendasi mengenai skema penetapan biaya dan perhitungan tarif interkoneksi.

Dalam skema penetapan tarif interkoneksi BPKP merekomendasikan agar pemerintah dapat menetapkannya berdasarkan biaya masing-masing operator (asimetris). Diakui Taufik, formula yang saat ini diberlakukan oleh Kominfo dalam menetapkan tarif interkoneksi adalah simetris atau biaya yang sama antar operator.

Selain rekomendasi untuk menerapkan tarif interkoneksi berdasarkan biaya masing-masing operator, dalam surat rekomendasi BPKP tersebut juga memuat perhitungan tarif interkoneksi yang seharusnya dikeluarkan oleh masing-masing operator. Sehingga saat ini, acuan tarif interkoneksi yang harus di bayarkan oleh masing masing operator sudah dikeluarkan oleh BPKP.

"Memang yang disarankan oleh BPKP dalam penetapan biaya interkoneksi adalah asimetri. Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPKP bukan keharusan untuk dijalankan. Asimetri atau simetri adalah kebijakkan dari Menkominfo. Bukan dari BPKP," ujar Taufik.

Taufik belum bisa mengatakan kapan penetapan tarif interkoneksi terbaru ini disahkan oleh Menkominfo. Ia hanya mengatakan bahwa setiap kebijakan harus ada objektifnya, yaitu kepada industri dan masyarakat konsumen telekomunikasi nasional.

"Dengan kondisi yang sekarang saja industri masih jalan. Operator masih bisa mengadopsi aturan biaya intekoneksi yang lama sebelum adanya aturan yang baru. Kami masih mempelajari rekomendasi dari BPKP tersebut dan dampak kepada industri serta masyarakat," tutur Taufik.

Pendapat Ombudsman

Melihat Menkominfo terus mengulur waktu penetapan tarif interkoneksi terbaru, Komisioner Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih, turut angkat bicara. Menurutnya, sudah seharusnya Kominfo membuat aturan baru mengenai penetapan tarif interkoneksi. Sebab, dalam aturan yang berlaku, tarif interkoneksi harus ditinjau secara berkala.

Aturan penetapan tarif interkoneksi yang dikeluarkan pada 2006 melalui Peraturan Menteri Kominfo No.8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi menyebutkan pemerintah menetapkan tarif interkoneksi mengacu pada Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) operator dominan.

Alamsyah berpendapat, jika Kominfo memiliki formula perhitungan tarif interkoneksi yang baku, seharusnya penyesuaian tarif interkoneksi dapat dilakukan secara periodik. Tujuannya agar masyarakat telekomunikasi bisa mendapatkan manfaat dari pengkinian tarif interkoneksi secara periodik tersebut.

Menurut Alamsyah seharusnya sebagai lembaga publik, BPKP juga dapat mengumumkan hasil verifikasi perhitungan tarif inerkoneksi yang telah dibuatnya. Pengumuman hasil verifikasi BPKP tersebut merupakan bagian dari tugas penyelenggaraan negara yang bersih dan transparan. Alamsyah percaya betul hasil verifikasi yang dibuat oleh BPKP akan menguntungkan masyarakat pengguna telekomunikasi secara luas.

"BPKP melakukan audit memang menggunakan dana dari siapa? Kalau menggunakan dana dari APBN sudah seharusnya hasil verifikasi tersebut bisa dibuka kepada publik. Kecuali hasil dari BPKP bisa mengganggu hasil lelang tertentu, itu baru boleh tidak diumumkan. Hasil verifikasi ini kan bukan untuk lelang," terang Alamsyah.

Apabila tetap tidak menetapkan tarif interkoneksi terbaru, Alamsyah bisa memastikan Menkominfo telah melakukan maladministrasi. Penundaan tarif interkoneksi berdampak sangat luas, masyarakat, akuntabilitas pemerintah, hingga menimbulkan kerugiaan negara.

"Kalau sudah ada rekomendasi dari BPKP seharusnya Kominfo harus segera membuat keputusan apakah akan menjalankan rekomendasi tersebut atau tidak. Jangan sampai hasil verifikasi BPKP menjadi kadaluarsa. Jika tidak membuat keputusan padahal rekomendasi sudah ada, maka bisa dipastikan Kominfo tidak menjalankan aturan yang ada. Dan Kominfo dipastikan melakukan mal administrasi," tandas Alamsyah. (agt/rou)