Pernyataan yang disampaikan oleh CEO XL Dian Siswarini itu mengacu pada penetrasi smartphone yang semakin tinggi saja. Sehingga meski penggunaan spektrum saat ini sudah dirasa cukup, kebutuhan ke depannya tetap tak bisa ditebak.
"Jadi kalau ada frekuensi dan harganya cocok, kenapa tidak? Harapannya BHP (Biaya Hak Penggunaan Frekuensi) bisa sesuai. Kalau bisa dua-duanya boleh juga," ujarnya, di Grha XL, kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (2/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk kebutuhan sekarang spektrum kita masih cukup sebenarnya. Tapi penetrasi smartphone saat ini semakin tinggi, jadi tidak bisa ditebak (kebutuhan spektrum ke depan). Kalau kita tak punya spektrum yang cukup, harus tambah BTS yang memakan biaya besar," imbuhnya.
Seperti diketahui, saat ini spektrum 2,1 GHz yang memiliki total lebar spektrum 60 MHz, telah ditempati oleh Tri di blok 1 dan 2 (10 MHz), Telkomsel di blok 3, 4, dan 5 (15 MHz), Indosat di blok 6 dan 7 (10 MHz), serta XL di blok 8, 9, dan 10 (15 MHz).
Sementara blok kanal 11 dan 12 yang tersisa alias masih lowong saat ini, merupakan bekas peninggalan Axis Telekomunikasi Indonesia yang dikembalikan ke pemerintah setelah perusahaannya resmi diakuisisi oleh XL pada 2014 lalu.
Adapun frekuensi 2,3 GHz, dari total 90 MHz di spektrum itu tersedia 30 MHz yang masih bisa diperebutkan. Sisanya telah ditempati Smartfren Telecom (30 MHz secara nasional) dan selebihnya oleh beberapa pemain broadband wireless access (BWA) seperti Internux dengan merek Bolt (berbasis zona wilayah).
(rou/rou)