Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Network Sharing Hemat USD 200 Miliar? Menkominfo Tak Tahu Menahu

Network Sharing Hemat USD 200 Miliar? Menkominfo Tak Tahu Menahu


Yudhianto - detikInet

Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Beredar klaim bila kebijakan network sharing dilaksanakan, negara akan mampu menghemat devisa hingga USD 200 miliar atau sekitar Rp 2.597 triliun (USD 1 = Rp 12.900). Namun kabar ini langsung ditepis Menkominfo Rudiantara.

Pria yang kerap dipanggil Chief RA ini mengaku tak melakukan perhitungan sebesar itu. "Angka dari mana itu? Saya tidak pernah membuat perhitungan sebesar itu," ujarnya sembari berlalu, di ballroom gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta.

Nilai penghematan devisa sebesar USD 200 miliar bila kebijakan network sharing dijalankan pertama kali muncul dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Noor Iza, Plt Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo. Di dalamnya tertulis benefit network sharing akan memberikan efisiensi yang berujung penghematan devisa sebesar yang disebutkan tadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan network sharing maka negara akan mendapat benefit dari penghematan devisa karena akan terjadi efisiensi sekitar 200 miliar dolar AS," tulis Noor.

Belakangan klaim ini dipertanyakan Ombudsman. Pasalnya, ada sejumlah hal yang dirasa mengganjal dalam prosesnya. Termasuk terkait munculnya klaim penghematan devisa negara hingga USD 200 miliar jika revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Perhitungan ini dianggap cukup janggal, mengingat nilai tambah (PDB) sektor telekomunikasi Indonesia pada tahun 2015 hanya mencapai Rp. 406,9 triliun (BPS, 2016). Ombudsman menilai pemyataan tersebut tak disertai informasi cara perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga berpotensi menciptakan penyesatan informasi kepada publik.

"Setelah mencermati, menelaah dan mempertimbangkan aduan dari berbagai pihak, Ombudsman Rl berpendapat bahwa: revisi PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, berisiko cacat prosedur, cacat substansi dan tidak didukung dengan dasar perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan," sebut Ombudsman. (yud/ash)
TAGS





Hide Ads