Namun, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, akan tetap ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi meskipun birokrasi dari sertifikasi ponsel itu bakal dipangkas nantinya.
"Perlindungan konsumen harus tetap ada. Kalau tidak sesuai dengan spesifikasi yang mereka nyatakan, akan kena sanksi," ujarnya usai rapat dengan Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sengaja deregulasi karena prosesnya harus cepat. Bisa saving resources 16% untuk ngurus beginian. Ini cuma proses uji laboratoriumnya saja yang kita ubah, tapi sertifikasinya tetap," lanjutnya.
Nantinya, vendor ponsel global itu harus menyerahkan surat pernyataan atau undertaking letter yang isinya kurang lebih seperti ini:
"Saya vendor merek A menyatakan handset yang masuk sesuai spesifikasi yang tertera. Kalau tidak sesuai, saya bersedia dikenakan sanksi," seperti diucapkan menteri yang akrab disapa Chief RA itu.
Sementara untuk melindungi konsumen, nantinya Kementerian Kominfo akan bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan dengan melakukan sampling pasar setelah ponsel model baru diluncurkan.
"Nanti untuk perlindungan konsumen akan dilakukan post surveillence market lewat sampling dengan Kementerian Perdagangan. Kalau tidak sesuai akan kena sanksi. Perlindungan konsumen harus tetap ada," katanya.
Dipaparkan olehnya, pabrikan smartphone yang sudah mapan, seperti Samsung dan Apple, sudah memiliki hasil uji yang bisa dipercaya oleh lab sendiri maupun lab perusahaan dan lembaga sertifikasi.
"Hasil uji yang dilakukan pabrikan sudah bisa menjadi dasar pengajuan sertifikasi. Hal ini bisa menekan waktu antrian dan proses pengujian hingga penerbitan laporan sertifikasi," katanya.
Munculnya aturan baru ini otomatis akan meniadakan proses uji lab bagi pabrikan global. Namun Rudiantara memastikan ponsel untuk segmen low-end masih harus melalui uji sertifikasi oleh Dirjen Postel.
Sama halnya dengan ponsel segmen low-end, produsen yang memproduksi ponsel di dalam negeri juga tetap harus melakukan pengujian yang dilakukan sebelum atau bersamaan dengan proses produksi.
Kemudian saat pabrikan mau QC (uji pengawasan kualitas), kita juga bisa ikut tes. Jadi kalau sudah dimanufaktur, bisa cepat masuk ke market," masih kata menteri.
Rudiantara juga menjelaskan penyederhanaan uji sertifikasi ini akan memperlancar arus teknologi yang masuk sehingga masyarakat lebih diuntungkan.
Sejauh ini, ia mengaku telah mendapatkan respons positif dari sejumlah merek global untuk rencana penyederhanaan sertifikasi ini. Ia juga mengaku telah membicarakan hal ini dengan asosiasi manufaktur industri ponsel lokal.
"Saya sudah bicara dengan asosiasi seperti AIPTI (Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia). Mereka justru senang. Kebijakan ini implementasinya mulai 2017," pungkas menteri. (rou/ash)