Senin malam (26/9/2016), Unggul dan satu rekannya berangkat dari stasiun Tawang, Semarang menuju Jakarta. Kereta Menoreh yang dinaikinya tiba di stasiun Pasar Senin pada Selasa subuh (27/9/2016).
Setelah istirahat dan membersihkan badan, Unggul pun berangkat menuju Wisma Bakrie 1 di kawasan Setiabudi, Kuningan. Ia bergabung dengan puluhan mantan karyawan Btel yang berdemo menutut pembayaran pesangon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria dua anak ini bukan kali ini berjuang menuntut haknya. Ia sudah sering meneriakkan tuntutan yang sama lewat media sosial. Sayang, selama itu tidak ada respons dari para petinggi BTel.
Pernah pula terpikir melakukan demo ke DPRD Kota Semarang bersama teman-temannya. Walaupun hal tersebut belum terealisasi.
"Jika dari sini tidak ada hasil, mungkin kami akan demo di DPRD. Kebetulan kemarin sudah ngobrol dengan salah satu anggota dewan di sana," ujarnya kepada detikINET.
Unggul bergabung dengan divisi pemasaran BTel Semarang pada tahun 2009 silam. Ia termasuk jadi salah satu 400 karyawan yang dipensiunkan dini pada Desember 2015.
Seperti rekannya lainnya, Unggul turut dijanjikan akan dibayarkan pesangon dengan cara dicicil 12 kali. Mengerti dengan kondisi perusahaan yang sedang tidak sehat, ia cukup memaklumi keputusan tersebut.
Tapi ia tidak menyangka bila pihak operator pemilik brand Esia itu melanggar janji. Cicilan tidak saja sering tersendat, malah ada yang belum dibayarkan hingga sekarang.
Ini memberikan dampak yang begitu besar bagi dirinya dan keluarga. Rencana yang sudah lama disusun untuk melanjutkan hidup buyar seketika.
"Setelah menandatangani perjanjian, kami sudah punya rencana untuk membuka usaha. Tapi rencana itu tidak berjalan sesuai yang diharapkan," katanya.
Belum lagi urusan dapur, memberi nafkah kepada istri dan dua orang anak yang masih kecil dengan tanpa adanya pemasukan menjadi beban berat bagi pria berkacamata itu.
![]() |
Baca juga: Perjuangan Eks Karyawan BTel Menuntut Pesangon
"Sebenarnya jika pihak BTel membayarkan secara tepat waktu akan sangat membantu untuk sementara waktu," ujarnya.
Untungnya di usianya yang masih produktif, Unggul masih bisa mencari sumber pendapatan lain. Meski sekadar freelance, cukup membuat kebutuhan sehari-harinya sedikit terpenuhi.
Walau demikian, Unggul akan terus berjuang mengingat banyak rekannya memiliki usia yang tidak produktif lagi dan bergantung pada pesangon tersebut.
"Kita ini ibarat berjuang melawan batu yang amat besar. Kita coba tetesin air terus menerus. Jika sudah ditetesin air tidak luluh juga, kita pasrahkan kepada Allah. Bila teman di Jakarta menempuh jalur hukum, kami di Jawa Tengah akan selalu mendukung," pungkasnya. (afr/ash)