DPI Telkom dan Telkomsel Dievaluasi BRTI
Hide Ads

Ribut-ribut Interkoneksi

DPI Telkom dan Telkomsel Dievaluasi BRTI

Adi Fida Rahman - detikInet
Sabtu, 10 Sep 2016 13:10 WIB
Anggota BRTI I Ketut Prihadi (Foto: detikINET/Adi Fida Rahman)
Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTi) telah menerima Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) dari operator dominan, yakni Telkom dan Telkomsel. BRTI pun bakal segera mengevaluasi.

Anggota Komisioner BRTI I Ketut Prihadi mengatakan, Telkom telah memasukkan DPI pada Selasa (6/9/2016) disusul oleh Telkomsel pada Rabu (7/9/2016).

"BRTI diberikan waktu evaluasi sepuluh hari kerja," ujar pria yang kerap disapa Prihadi ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila setelah dievaluasi ternyata BRTI tidak menyetujui, maka mereka akan mengembalikan DPI yang telah diajukan ke operator dominan. Telkom dan Telkomsel diberikan sepuluh hari kerja untuk melakukan revisi kembali.

Setelah itu DPI hasil revisi akan diajukan kembali. Dan BRTI akan melakukan evaluasi lagi dalam 10 hari. Jika kembali menolak, BRTI punya waktu 10 hari untuk menetapkan DPI operator dominan. Ini artinya, aturan tarif interkoneksi ditetapkan paling lama Oktober mendatang?

"Belum tentu, ini tergantung berapa lama evaluasi. Bisa saja kurang dari 10 hari," ujar Prihadi.

Tidak Transparan

Usai menerima DPI dari operator dominan, Prihadi belum bisa memastikan akan naik atau turun. Pihaknya terlebih dulu akan mengklarifikasi bagaimana Telkom dan Telkomsel mendapatkan angka yang diajukan tersebut.

"Kami akan tanya hitung-hitungannya dari mana. Harapan kami bisa sama," katanya.

Dalam kesempatan ini, Prihadi menyangkal dugaan BRTI tidak transparan dalam menetapkan besaran tarif interkoneksi. Pasalnya, formula perhitungan yang diterapkan dapat dilihat oleh siapapun.

"Di dalam lampiran Permen ada perhitungannya. Formulanya sudah kita buka, siapapun bisa dilihat. Cuma ada data yang tidak dapat dilihat. Karena ada data dari operator yang tidak bisa dibuka karena itu milik mereka," paparnya.

Terkait polemik interkoneksi, Prihadi menilai terjadi karena belum ada kesepakatan di antara operator. Pasalnya beberapa tahun sebelumnya, operator saling sepakat menggunakan satu referensi yakni dari dominan. Tapi saat ini kondisinya berbeda.

"Sekarang ini ramai karena operator non dominan sepakat menggunakan referensi dominan. Tapi yang dominan tidak sepakat dengan referensi yang ditetapkan pemerintah," pungkasnya.

Saat ini DPI milik Telkom dan Telkomsel tengah dievaluasi. Bila pada akhirnya operator dominan tersebut tetap tidak sepakat, BRTI tetap bisa menetapkan tarif interkoneksi baru.

"Aturan tarif interkoneksi akan ditetapkan melalui keputusan BRTI. Tidak perlu Permen (Peraturan Menteri), tapi putusan BRTI saja," pungkasnya.

DPI sendiri merupakan dokumen berisi acuan kerjasama interkoneksi antara satu operator dengan yang lainnya.

Dokumen ini disusun oleh semua operator dengan merujuk pada Dokumen Petunjuk Penyusunan DPI (P2DPI) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang interkoneksi.

Hasil perhitungan biaya interkoneksi ini menjadi referensi bagi penyelenggara telekomunikasi (lokal dan selular) untuk diterapkan di sistem dan jaringan serta Point of Interconnection (PoI) di operator tersebut. (afr/ash)