Ketika Warga Papua Kritik Menteri dan Rindu XL-Indosat
Hide Ads

Ketika Warga Papua Kritik Menteri dan Rindu XL-Indosat

Achmad Rouzni Noor II - detikInet
Senin, 05 Sep 2016 11:09 WIB
Salah satu BTS operator di Papua.
Jakarta - Berbatasan langsung dengan Papua Nugini, bukan berarti Kabupaten Pegunungan Bintang bebas dari keterisolasian. Lokasi yang berada di jajaran pegunungan Jayawijaya, membuat Kabupaten Pegunungan Bintang memiliki keterbatasan dalam pembangunan infrastktur.

Padahal pembangunan infrastruktur di Kabupaten Pegunungan Bintang sangat penting mengingat kondisi medan yang berat dan posisi strategisnya di bagian tengah Pulau Papua yang berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini.

"Namun kendala infrastruktur di Kabupaten Pegunungan Bintang ini sedikit tertolong dengan keberadaan infrastruktur telekomunikasi yang dibangun oleh operator," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pegunungan Bintang, Untung Eka Priya, Senin (5/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untung juga mengatakan, pasca kehadiran sarana telekomunikasi di kota Oksibil pada tahun 2004, Kabupaten Pegunungan Bintang sudah mulai terbuka. Hubungan dengan dunia luar sudah dapat terjadi.

Sebelum didatangi sinyal seluler, penduduk yang ingin menyampaikan informasi harus menyampaikan secara estafet dari kampung ke kampung. Setelah itu dilanjutkan penyebaran informasi tersebut ke distrik lainnya dengan menggunakan jaringan radio Single Side Band (SSB) yang dimiliki oleh TNI.

"Namun kini dengan keberadaan sinyal operator masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang sudah dapat menikmati layanan telekomunikasi sehingga mempermudah untuk dapat berhubungan dengan dunia luar," terang Untung.

Diakui Untung, hingga saat ini infrastruktur telekomunikasi yang dibangun masih terbatas di beberapa kota seperti Oksibil, Kiwirok, Batom, Iwur, Teraplu dan Tinibil. Padahal masih banyak kota-kota di Kabupaten Pegunungan Bintang yang membutuhkan jaringan telekomunikasi. Jumlah distrik di Kabupaten Pegunungan Bintang berjumlah 34 distrik.

Selain jumlahnya yang masih sedikit, kapasitas jaringan yang dibangun pun terbilang sangat terbatas. Untung mengatakan kapasitas jaringan telekomunikasi di Kabupaten Pegunungan Bintang hanya untuk 120 handset saja.

"Jika melebihi dari 120 handset, layanan akan terganggu," ujarnya.

Karena masih minimnya jaringan infrastruktur telekomunikasi yang memadai di wilayahnya, Untung pun menyesalkan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di hadapan Komisi I DPR RI beberapa waktu yang lalu.

"Mengenai siapa yang menyuruh Telkomsel membangun di daerah terpencil, pernyataan tersebut sangat menyakitkan dan menyinggung perasaan masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang," sesalnya.

Menkominfo dinilai tidak peka terhadap penderitaan masyarakat di daerah terpencil dan terisolir yang ada di seluruh pelosok Indonesia.

"Apakah masyarakat Papua ini bukan bagian dari NKRI? Berani tidak pak menkominfo bicara begitu di depan masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang? Jika berani, maka risikonya Papua akan lepas dari NKRI. Selama ini masyarakat Papua selalu teriak meminta untuk merdeka karena tidak adanya pemerataan pembangunan," kata Untung.

Untung pun menilai, komitmen membangun jaringan telekomunikasi yang dilakukan oleh operator di wilayahnya masih belum mencukupi. Tidak cukup satu operator saja yang melayani. Operator lain pun diminta untuk ikut membangun di wilayahnya.

"Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan bukti pengabdian, pelayanan dan kecintaan kepada NKRI. Mereka tak mempedulikan beban biaya pembangunan yang besar demi membangun sarana telekomunikasi bagi masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang. Tapi operator yang punya lisensi nasional kan bukan cuma satu," ujarnya.

Untung pun memohon agar menkominfo mau mendorong operator telekomunikasi yang lainnya untuk dapat menggembangkan infrastrktur telekomunikasi di Kabupaten Pegunungan Bintang. Sehingga keterisolasian di Kabupaten Pegunungan Bintang dapat dikurangi sehingga perekonomian masyarakat yang berjumlah 133 ribu jiwa itu juga bisa meningkat.

"Kami merindukan Indosat dan XL untuk dapat membangun jaringan telekomunikasi di Kabupaten Pegunungan Bintang. Sebab telekomunikasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang, dan ini sesuai dengan Nawa Cita Presiden Jokowi," harap Untung.

Penggerak Ekonomi di Talaud

Di era globalisasi, kebutuhan akan layanan telekomunikasi dan internet menjadi sangat vital. Bahkan layanan telekomunikasi dan internet sudah bisa disetarakan dengan kebutuhan pokok.

Namun sangat disayangkan, kebutuhan yang vital tersebut belum banyak dinikmati oleh masyarakat Indonesia di kepulauan terpencil dan daerah perbatasan. Salah satu daerah terpencil yang belum lama ini bisa menikmati layanan telekomunikasi adalah masyarakat di Kepulauan Talaud.

Max Lua, Ketua Fraksi DPRD Kabupaten Talaud mengatakan, pasca layanan seluler masuk ke Talaud pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut mengalami peningkatan yang signifikan.

"Ini dapat dibuktikan dengan peningkatan perekonomian Talaud yang tumbuh 600% pasca infrastruktur seluler hadir di Talaud. Masyarakat kami sangat terbantu perekonomiannya. Apalagi geografi Kabupaten Talaud merupakan kepulauan," papar Max.

Sebagai contoh, dahulu untuk memesan barang yang dibutuhkan, masyarakat harus menempuh perjalanan yang lama dan panjang. Namun dengan adanya sarana telekomunikasi, masyarakat di Kabupaten Talaud tinggal menelepon supplier yang ada. Masyarakat tak perlu lagi mendatangi suplayer tersebut.

"Sekarang masyarakat tinggal telepon, nanti barang diantar bersamaan dengan jadwal kapal yang akan berangkat. Ini meningkatkan produktivitas dan perekonomian masyarakat di Talaud," terang Max lebih lanjut.

Selain membantu perekonomian masyarakat Talaut, Adolf Binilang, Sekretaris Daerah Kabupaten Talaud mengatakan sarana telekomunikasi juga dijadikan sebagai penjaga kedaulatan NKRI.

Letak geografi Kabupaten Talaud berbatasan langsung dengan Malaysia dan Filipina membuat telekomunikasi memegang peran yang sangat strategis dalam menjaga kedaulatan.

Adolf menjelaskan, dengan layanan telekomunikasi saat ini masyarakat dapat memberikan laporan secara langsung ketika terjadi tindak pindana illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal asing.

"Apalagi dengan adanya isu teroris dari Abu Sayyaf yang saat ini lagi gencar. Sarana telekomunikasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat di pulau Marampit dan pulau Karatung untuk penyampaian informasi kepada aparat penegak hukum. Jadi kalau bicara mengenai kedaulatan negara, jangan bicara benefit yang didapat dari Talaud," terang Adolf.

Melihat pentingnya dan strategisnya layanan telekomunikasi, Adolf meminta agar operator mau menambah kapasitas dan cakupannya di Kabupaten Talaud. Selain itu Adolf meminta agar pembangunan infrastrktur telekomunikasi di Kabupaten Talaud tidak hanya dilakukan oleh satu operator semata.

"Masyarakat Talaud juga bagian dari NKRI, oleh karena itu kita meminta agar operator lain yang ada di Jawa juga mau membangun sarana telekomunikasi di Talaud. Permintaan itu telah kami sampaikan kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tujuannya agar pembangunan di Talaud sama dengan di Jawa,"pinta Adolf.

Permintaan agar operator telekomunikasi lainnya masuk ke Talaud sudah direspons oleh pemerintah pusat. Namun Adolf menjelaskan hingga saat ini belum ada lagi operatoryang mau masuk ke Talaud.

Saat ini kebutuhan telekomunikasi dan internet di Kabupaten Talaud sangat tinggi. Bahkan ada beberapa daerah yang masih belum bisa terlayani.

Adolf mengatakan saat ini masyarakat yang belum menikmati layanan telekomunikasi mendesak kepada Pemda agar operator mau membangun jaringan di daerah yang masih blank spot.

"Masyarakat yang masih berada di daerah blank spot, terpaksa naik pohon untuk bisa mendapatkan sinyal. Selain masih banyak blank spot di Talaut, daerah yang sudah dilayani saat ini pun kapasitas juga sudah tidak mencukupi lagi," ujarnya.

Ia pun menegaskan, masyarakat Talaud sangat membutuhkan tambahan layanan telekomunikasi. Terlebih lagi dalam menjalankan sistem pemerintahan yang mengarah ke e-government. "Semuanya butuh menggunakan layanan internet," tegas Adolf.
'Cuma Angin Surga'

Tak cuma warga Papua dan Talaud saja yang merasa gerah dengan komitmen pembangunan operator di wilayahnya, tapi juga warga lainnya di kawasan timur Indonesia seperti Maluku dan Nusa Tenggara Timur.

Perwakilan Koalisi Mahasiswa Maluku, Abdul Rahim juga mengatakan, kawasan Timur Indonesia masih membutuhkan pembangunan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi.

Hal senada diutarakan Wakil Koalisi Mahasiswa dari Nusa Tenggara Timur, Ahmad Nasir Rarasina usai pertemuan dengan Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, di Warung Daun Cikini Jakarta.

"Penurunan biaya interkoneksi dikhawatirkan akan menghambat upaya pemerintah memperluas pembangunan jaringan telekomunikasi hingga ke pelosok Tanah Air. Kawasan Timur Indonesia, seperti di Papua, masih banyak saudara kami yang belum menikmati jaringan telekomunikasi," ujarnya.

Ahmad mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia agar tidak terjebak dengan opini yang dibentuk oleh operator telekomunikasi milik asing itu seolah-olah kebijakan penurunan biaya interkoneksi itu menguntungkan masyarakat.

"Jika ada yang bilang penurunan biaya interkoneksi akan menguntungkan masyarakat, buat kami itu seperti angin surga, cuma enak didengar saja," pungkasnya.

(rou/ash)