Menkominfo Dengarkan Unek-unek Dirut Telkom dan Telkomsel
Hide Ads

Ribut-ribut Interkoneksi

Menkominfo Dengarkan Unek-unek Dirut Telkom dan Telkomsel

Adi Fida Rahman - detikInet
Senin, 29 Agu 2016 15:13 WIB
Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah (Foto: detikINET/Rachman Hariyanto)
Jakarta - Sesi pertama pertemuan Menkominfo Rudiantara dengan petinggi operator untuk membahas kisruh interkoneksi telah selesai. Pertemuan yang dihadiri petinggi Telkom dan Telkomsel itu berlangsung singkat.

Dalam rapat tertutup yang berlangsung di lantai 7 gedung Kementerian Kominfo itu dihadiri langsung oleh Menkominfo Rudiantara, Direktur Utama Telkom Alex J. Sinaga, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, dan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Bidang Hukum I Ketut Prihadi Kresna.

Sayangnya saat ditemui usai pertemuan, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah enggan mengungkap apa yang dibahas bersama menkominfo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditemui di tempat yang sama anggota BRTI Bidang Hukum I Ketut Prihadi Kresna mengatakan pertemuan sesi pertama berjalan singkat, sekitar 15 menit. Adapun yang dibahas masih seputar penyampaian keinginan dari pihak Telkom dan Telkomsel.
Anggota BRTI I Ketut Prihadi.

"Belum ada keputusan. Tadi pihak Telkom dan Telkomsel menyatakan maunya bagaimana, lalu kami seperti apa. Persis sama dengan yang dipaparkan di DPR," papar Ketut.

Saat ini tengah berlangsung rapat sesi kedua. Adapun petinggi operator yang terlihat mengikuti yakni CEO XL Axiata Dian Siswarini dan President Direktur Smartfren Merza Fachys.

Sebelumnya, Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah menyatakan bahwa Telkom Group sudah menyatakan surat keberatan secara resmi kepada Kominfo terkait penetapan tarif baru interkoneksi lantaran menilai proses perhitungannya tidak apple to apple dengan kondisi di lapangan.

Imbasnya, competitive advantage Telkomsel dengan operator di bawahnya bakal terpangkas signifikan. Padahal Telkomsel merasa sudah 'berdarah-darah' dalam membangun infrastruktur, dimana saat ini sudah memiliki 120 ribu BTS dan menyelimuti 95% penduduk Indonesia.

"Kalau ada operator yang punya 10 BTS dan 1.000 BTS dibayar sama maka yang punya BTS sedikit gak bakal mau bangun agresif, 'ngapain bangun banyak kalau pada akhirnys dibayar sama dengan punya 1.000 BTS?'. Padahal seharusnya, interkoneksi gak boleh ambil untung karena itu cost recovery," imbuhnya.

Selama ini, tarif interkoneksi diatur secara simetris menggunakan pakai data angka Telkomsel sebagai operator dominan. Hanya saja ketika itu β€” sebelum tarif baru interkoneksi β€” sudah ada kesepakatan di antara operator. Sedangkan, tarif baru interkoneksi disebut Ririek belum ada kesepakatan.

"Karena murni cost based. Tapi sebenarnya formulasinya sudah ada, validasinya sudah ada. Jadi sebenarnya yang diakomodasi adalah angka-angka inputan. Berapa biaya capex, opex, rencana ke depan seperti apa. Itu yang divalidasi memakai konsultan. Ketika sudah valid, kemudian angka itu dimasukkan ke rumus tadi, harusnya seperti itu," ungkapnya.

(afr/ash)
Berita Terkait