Beberapa waktu lalu, saat detikINET berbincang dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dua blok masing-masing 5 MHz itu rencananya akan ditender bersamaan dengan spektrum sisaan di 2,3 GHz.
Alhasil, pertarungan untuk memperebutkan kanal bekas Axis Telekomunikasi Indonesia itu pun belum bisa terlaksana. Tercatat, ada empat operator yang mengincar spektrum itu: Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Hutchison 3 Indonesia (Tri).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapan saya tender dua blok 3G yang tersisa di 2,1 GHz bisa direalisasikan tahun ini. Jangan ditunda lagi. Kalau tidak, bisa menjadi bola liar nanti," ujarnya saat berbincang santai dengan detikINET di Lotte Avenue, Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Menurutnya, jika pemerintah merealisasikan tender 3G, maka operator dan negara diuntungkan. Operator pemenang bisa meningkatkan kapasitas untuk melayani pelanggan agar lebih berkualitas. Negara diuntungkan karena adanya tambahan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Operator perlu tambahan frekuensi untuk mendukung semangatΒ efisiensi yang didengungkan pemerintah. Kami di Tri Indonesia terus terang sudah optimalkan alokasi yang diberikan dan butuh tambahan," tegasnya.
Danny berharap, jika nanti tender digelar, pemerintah tak hanya mempertimbangkan dariΒ sisi penawaran harga tetapi melihat dengan obyektif kondisi di lapangan dalam melayani pelanggan dan memanfaatkan frekuensi.
"Kami memiliki frekuensi selebar 10 MHz di 1.800 MHz dan 10 MHz lagi di 2,1 GHz. Namun jaringan Tri setiap harinya melayani 1.200-1.300 Terabyte per hari atau sekitar 40.000 Terabyte per bulan. Artinya, sepertiga dari trafik industri ada di jaringan Tri," jelasnya.
Menurutnya, dengan kehadiran layanan 4G di Tri, maka trafik bisa makin eksponensial. "Kita alokasikan di beberapa kota 5 MHz untuk 4G. kalau kondisi seperti ini, kami hanya mampu dua tahun saja layani pelanggan 4G. Karena itu kita harapkan ada tambahan frekuensi," pungkasnya.
(rou/rou)