Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Google Menghantui, Menkominfo: Operator Harus Termotivasi

Google Menghantui, Menkominfo: Operator Harus Termotivasi


Achmad Rouzni Noor II - detikInet

Pendiri Google Sergey Brin (paling kanan) saat MoU tiga operator Indonesia dengan Project Loon Google. (ash/detikINET)
Jakarta -

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menilai positif efek kehadiran Google di industri telekomunikasi Indonesia. Menurutnya, kehadiran raksasa internet itu harusnya ikut memacu motivasi Telkomsel dkk agar terus berbenah memberikan layanan terbaik bagi pelanggan.

"Ini harus menjadi motivasi bagi operator untuk berbenah, karena pemerintah akan terus melemparkan opsi-opsi solusi agar konektivitas cepat dibangun," kata menteri yang akrab disapa Chief RA itu kepada detikINET di Jakarta, Selasa (10/11/2015).

"Contohnya, proyek Palapa Ring, yang juga merupakan opsi yang diberikan pemerintah bagi operator untuk membangun di wilayah yang tidak feasible secara keuangan namun harus dibangun untuk menjaga keutuhan Nusantara," lanjut Rudiantara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, balon milik Google akan diterbangkan 20 kilometer di atas daerah 'miskin sinyal' di Sumatera, Kalimantan, dan Papua Timur, dengan cakupan sinyal seluas 40 kilometer. Kawasan ini merupakan area yang sama untuk program pembangunan Palapa Ring yang dimaksud Rudiantara.

Sejak awal 2016, balon ini akan terbang di atas bumi Indonesia selama setahun penuh. Uji coba teknis ini diharapkan oleh Google akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan sehingga bisa ikut melayani 100 juta pengguna di Indonesia.

Pendapat menteri tentang Google pun masih tetap sama. Bahwa status Google dalam kerja sama Project Loon ini bersama Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata, hanya sebatas uji coba teknis. Tidak lebih. Bahkan untuk komersialisasinya saja, Rudiantara belum mau berbicara lebih jauh.

"Loon itu cuma sebatas uji coba saja, masih jauh untuk komersialisasi. Saya tidak mau memihak ke satu teknologi, apalagi kalau belum proven, belum teruji," kata Chief RA.

Selain menegaskan pilot project balon Google itu cuma sebatas uji coba, menteri juga menyatakan sampai saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak akan mengeluarkan izin atau lisensi apapun kepada Google, apabila ingin menjadi penyelenggara telekomunikasi di Indonesia.

"Pembicaraan itu belum lengkap, ini masih sebatas technical test. Terkait model bisnis, berapa yang dibayar, hingga implikasi kepada pelanggan itu belum ada. Jadi saya tidak mengeluarkan izin kepada mereka, dari awal sudah jelas." tegasnya.

Ia juga menegaskan, tak akan menutup diri dengan alternatif teknologi yang ada saat ini agar Indonesia tak hanya tergantung dengan balon milik Google saja untuk mempercepat penetrasi di daerah tertinggal. Apalagi, jika teknologi itu dikembangkan oleh anak bangsa sendiri.

"Open BTS dan teknologi yang lain yang memungkinkan untuk meningkatkan penetrasi juga harus diberi kesempatan dong, dan dikaji. Selama tatanan regulasi dan model bisnisnya 'tidak berbeda', juga harus ada affirmative policy dari operator dan regulator. Kalau tidak, maka operator yang harus membangun secara keseluruhan," tegas menteri.

Seperti diberitakan sebelumnya, uji coba teknis antara Google dan tiga operator seluler dalam Project Loon, bisa saja membuka pintu bagi raksasa internet itu untuk masuk lebih dalam ke industri telekomunikasi Indonesia.

Kekhawatiran ini sempat dilontarkan Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah. Telkomsel yang ikut menyediakan spektrum 900 MHz dalam uji coba teknis ini, merasa keberatan jika nantinya Google berubah pikiran.

Dari yang awalnya cuma sebagai vendor penyedia base station eNode B untuk 4G LTE dari balon udara, menjadi operator telekomunikasi berlisensi layaknya Telkomsel maupun Telkom.

Pasalnya, menurut Ririek, Google dalam beberapa tahun terakhir ini cukup agresif. Tak cuma gencar sebagai pemain over-the-top (OTT) di internet, namun juga cukup serius membangun infrastruktur telekomunikasi. Project Loon ini cuma salah satunya, dan bukan satu-satunya.

"Regulatory kita juga harus membatasi itu. Google itu sudah invest di beberapa kabel laut internasional, dia juga punya satelit," kata Ririek saat ditemui detikINET di Batam. "Dan kerja sama kami dengan Google, cuma memposisikan balon itu sebagai extension saja," lanjutnya.

Ia pun menyarankan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika, agar tetap mempertahankan status quo dan tidak tergiur untuk memberikan lisensi kepada raksasa mesin pencari internet itu.

"Kalau sampai (Google) menggantikan (peran operator), negara yang dirugikan. Apalagi kalau (Google nantinya) beli salah satu operator saja, selesai sudah," tegas Ririek yang juga pernah menjabat sebagai salah satu direktur Telkom di era kepemimpinan Arief Yahya.

Dengan segala sumber daya infrastruktur dan timbunan uang yang dimiliki Google, rasanya tak sulit bagi Sergey Brin dan Larry Page, untuk mengakusisi salah satu operator telekomunikasi di negeri ini jika memang berniat melanjutkan ekspansi.

Ririek tidak sendirian dalam kekhawatiran ini. President Director & CEO Indosat Alexander Rusli juga punya pendapat yang senada. "Sama lah, harus kerja sama dengan operator," singkatnya saat berbincang dengan detikINET dalam kesempatan lain.

Perihal kemungkinan Google membeli salah satu operator, Alex mengaku tak mau berspekulasi. Namun ia menegaskan, jika Google mau berbisnis di Indonesia, maka perusahaan itu harus tunduk aturan yang ada di negeri ini.

"Waduh, itu urusan jual beli nggak jelas, bos. Itu kan kepemilikan di atas. Terlalu spekulasi, bos. Kalau di sini semua ya ikut peraturan di sini," pungkasnya menutup perbincangan.

(rou/ash)







Hide Ads