Internet bisa cepat dan murah, tentu ini harapan semua orang. Tapi kenyataannya, tak semudah dan sesederhana itu. Kalau kita melihat langsung prosesnya, mungkin kita bisa lebih memahami dan mau memberikan apresiasi.
Untuk menghadirkan kemudahan akses internet di tangan kita semua -- baik itu melalui smartphone, tablet, PC, maupun laptop -- ternyata perlu proses panjang dengan biaya yang tidak murah.
Begitu kita menekan tombol enter di perangkat kita, informasi yang kita minta akan dikirimkan mulai dari infrastruktur base station terdekat, hingga kemudian dialirkan trafiknya ke sentral gateway internasional hingga tiba di server tujuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar kita bisa mengakses situs luar maupun berkomunikasi data lewat pesan instan yang servernya nun jauh di luar negeri sana, harus ada yang namanya infrastruktur untuk mengantarkan bandwidth internasional. Baik itu lewat satelit maupun kabel serat optik.
Untuk satelit, biayanya mahal dan perlu waktu lama. Mulai dari pembuatan, peluncuran, hingga akhirnya bisa mengangkasa, diperlukan proses tahunan dengan biaya minimal USD 200 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun.
Itu pun dengan catatan, satelit yang diluncurkan tidak gagal orbit seperti yang sempat dialami Telkom saat meluncurkan Satelit Telkom-3 beberapa waktu lalu.
Kabel Laut
Alternatif lainnya ialah dengan membangun sistim komunikasi kabel laut. Nah, untuk menanam kabel serat optik di bawah laut ini juga tidak mudah karena harus berjuang menembus samudera. Belum lama ini, detikINET melihat sendiri bagaimana prosesnya.
Pada saat penggelaran proyek kabel serat optik bawah laut Luwuk-Tutuyan oleh Telkom, media diberi kesempatan untuk mengunjungi CS Teliri, kapal dari Italia yang menjadi pusat pemasangan kabel bawah laut sepanjang 348 km ini.
Kapal milik Elettra Company yang telah diakuisisi USD 45 juta oleh Orange Telecom dari Prancis ini bekerja sama dengan Sarana Global Indonesia (SGI) yang ditunjuk Telkom sebagai kontraktor untuk menanamkan kabel serat optik di wilayah Sulawesi Tengah hingga Sulawesi Utara.
Kapal ini dilengkapi berbagai peralatan untuk menanamkan kabel di bawah laut. Mulai dari geladak untuk merapikan gulungan kabel, hingga peralatan canggih untuk mereparasi kabel optik yang putus.
"Untuk proyek Luwuk Tutuyan Cable System ini nilai investasinya Rp 85 miliarβ. Proyek ini kami harapkan sudah selesai Juni 2015," kata Abdus Somad Arief, Direktur Network IT & Solution Telkom saat berbincang di sela kunjungan kapal.
Untuk menyewa kapal untuk menanam kabel optik ini, SGI per hari harus membayar USD 75 ribu di luar bahan bakarnya. Sehingga bagi mereka, waktu adalah uang. Pemanfaatan waktu yang tidak optimal itu sama saja menghamburkan uang.
Pasalnya, gangguan sekecil apapun yang terjadi di laut akan menghambat penarikan kabel. Bahkan ketika ada nelayan yang melintas. Kapal pun otomatis menghentikan aktivitasnya. Dan di saat kapal berhenti pun mereka tetap dibayar penuh.
"Itu sebabnya proses yang paling lama dari penanaman kabel laut ini adalah survey, perlu waktu minimal sembilan bulan. Karena kita tak mau ada masalah sekecil apapun, itu sama saja bakar duit," kata tim SGI yang ditemui di atas kapal.
Kapal yang akan berlayar dari Pantai Luwuk ini hanya diperbolehkan melaju dengan kecepatan 16 kilometer per hari. Sehingga untuk menanam kabel optik sepanjang 348 kilometer, dibutuhkan waktu optimal 22 hari.
Menurut pengakuan SGI dan awak kapal, mereka tak bisa melaju lebih cepat karena kabel optik yang dipasang hanya mampu menahan beban tarikan maksimal 20 ton. Sementara berat kapal berkisar 60 ton. Jadi harus ekstra hati-hati agar kabel tidak putus saat hendak dibenamkan.
Jenis kabel yang digunakan adalah Submarine Optical Cable G.654 Light Weight Protected (LWP), tipe Single Armor (SA) dan Double Armor (DA) yang terdiri atas enam pasang fiber.
Dalam lapisan kabel ini juga sudah dipasangi beban, sehingga kabel bisa dengan mudah terbenam dan menempel di dasar laut. Jika tidak, kabel yang ditarik oleh kapal yang dinakhodai Chiacchio Vincenzo itu akan langsung putus karena akan terbawa arus dan tekanan air laut.
Jika kabel itu putus di tengah jalan, misalnya kena jangkar kapal, memang bakal jadi persoalan. Tapi alat untuk reparasinya sudah siap. Tim SGI dan para teknisi di atas kapal itu akan terlebih dulu melakukan pengecekan untuk mendeteksi titik lokasi putusnya kabel, untuk kemudian diangkat dan diperbaiki.
Untuk memberikan gambaran seperti apa serat fiber optik yang digunakan, media yang ikut rombongan Menkominfo Rudiantara pun sempat diperlihatkan ruangan khusus untuk mereparasi kabel optik yang ukurannya tidak lebih besar dari sehelai rambut manusia.
Lewat kabel optik yang nyaris kasat mata itulah komponen utama yang diperlukan untuk transmisi data internet. Sehelai kabel tipis ini katanya mampu mengantarkan kecepatan data dalam hitungan 16 gigabit per detik (Gbps).
Kapal yang membawa kabel optik dari Luwuk ke Tutuyan ini sejatinya hanya contoh kecil saja bagaimana sulitnya untuk mengantarkan internet dari bawah laut. Masih ada yang lebih besar lagi yang tengah digarap dalam waktu dekat ini.
Mulai dari proyek kabel laut Sulawesi-Maluku-Papua (SMPCS) milik Telkom yang akan diresmikan Presiden Joko Widodo. Kemudian ada juga proyek Indonesia Global Gateway senilai Rp 3,6 triliun yang akan menghubungkan koneksi dari Indonesia ke Eropa dan Amerika Serikat.
Sambungan kabel laut sepanjang 20 ribu kilometer dari Indonesia ke Eropa Barat akan digelar melalui Dumai dan Timur Tengah. Untuk mewujudkannya, Telkom bekerja sama dengan 13 negara melalui konsorsium South East Asia-Middle East-Western Europe 5 (SEA-ME-WE 5).
Sedangkan sambungan yang menuju ke Amerika Serikat dilakukan melalui Manado (Indonesia), yang terhubung ke Davao (Filipina), Piti (Guam), dengan landing point di Oahu (Hawaii, AS), dan Los Angeles (California, AS).
Untuk kabel laut sepanjang 15 ribu kilometer itu akan menghabiskan total investasi USD 250 juta melalui kerjasama dalam proyek konsorsium South East Asia-United States (SEA-US).
Untuk memasang kabel laut, tentu perlu kapal khusus. Namun sayangnya, kapal yang dimaksud tidaklah murah. Untuk kapal yang mengangkut kabel dari Luwuk ke Tutuyan saja harganya bisa mencapai Rp 587 miliar kalau dirupiahkan.
"Di dunia, kapal untuk menanam kabel optik seperti ini jumlahnya hanya 45 saja. Dan yang seperti ini harganya USD 45 juta. Masih sangat mahal kalau kita harus beli sendiri," kata tim SGI.
Singapura adalah salah satu negara yang memiliki kapal sendiri untuk membangun serat optik. Jika benar Telkom berambisi jadi raja digital dan bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai hub atau pusat trafik inernet dunia, tentu suatu saat kapal seperti ini harus jadi milik sendiri demi menghemat biaya.
Menkominfo Rudiantara yang ikut meninjau kapal ini pun memberikan indikasi demikian. Pasalnya menurut dia, masa depan Indonesia ada di jaringan broadband, dan penyediaan infrastruktur adalah salah satu yang utama. Khususnya bila ingin memprioritaskan jaringan broadband di wilayah Timur yang sulit dijangkau.
"Untuk penyediaan akses fixed broadband lewat jalur kabel bawah laut ini kita maunya para pengusaha lokal yang jadi penyedia untuk bekerja sama dengan Telkom. Kualitasnya harus yang sudah teruji, dan SGI adalah salah satunya," pungkas menteri yang akrab disapa Chief RA ini.
(rou/rou)