Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Ketika BTS Menjadi 'Tiang Keangkuhan'

Ketika BTS Menjadi 'Tiang Keangkuhan'


- detikInet

BTS di RW 16 Harapan Indah (tyo/detikINET)
Jakarta - Warga RW 16 Perumahan Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat, memprotes pembangunan Base Transceiver Station (BTS) yang berdiri di atas lahan fasilitas sosial (Fasos) dan Fasilitas umum (Fasum). Sayangnya, usaha ini tak pernah digubris oleh PT Putra Towrindo Persada (PTP).

Pembangunan yang sudah berjalan sejak 20 Oktober 2014 itu dari awal sudah menuai protes. Bahkan menurut Hendro Tri Rachmadi, warga setempat sampai mengadukan masalah ini ke DPRD Kota Bekasi dan Walikota Bekasi.

"Pihak PT PTP mengatakan mereka tak perlu meminta izin dari pemerintah kota Bekasi. Karena lahan itu milik developer Harapan Indah. Padahal pengembang sudah menjadikan lahan tersebut sebagai fasos dan fasum," katanya, saat disambangi detikINET, Rabu (28/1/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usaha warga RW 16 yang didukung oleh RW 18 dan RW 19 sedikit membuahkan hasil. Sebab, pada tanggal 24 November 204, Pemkot Bekasi mengeluarkan SP1 untuk memberhentikan pembangunan BTS itu.

"Percuma tapinya, karena walaupun SP1 sudah dikeluarkan namun mereka tetap nekat membangun. Sebelumnya, Lurah Pejuang Nana Sukarna juga sempat memperingatkan, namun mereka tetap lanjut," katanya.

Ditambahkan oleh Cahaya Purba, warga lainnya, SP1 tak digubris membuat panas warga. Karena, pada tanggal 17 Desember 2014, PT PTP malah nekat membawa crane untuk mendirikan tiang itu.

Purba mengatakan, hampir saja terjadi bentrokan antara warga sekitar dengan pihak keamanan yang terdiri dari satuan pengamanan dan beberapa orang yang diketahui dari TNI.

"Saya bilang mundur saja, tidak usah sampai terjadi pertumpahan darah. Biar kami foto saja mereka, lalu kirim surat ke KPK," kata, ibu rumah tangga ini.

Di ujung tahun 2014, tepatnya 24 Desember Pemkot Bekasi melalui Dinas Tata Kota Bekasi melayangkan surat SP2. Namun sayangnya, saat itu tiang BTS ini sudah hampir jadi.

"Salinannya kita ambil. Lalu kita pasang di sana agar mereka tak mengoperasikan BTS tersebut," kata Cahaya.

Ditimpali Hendro, pihak PT PTP tetap merasa keukeuh untuk membangun BTS di fasilitas umum dan fasilitas sosial itu karena merasa sudah membayar sewa ke PT Hasana Damai Putra, sebagai developer pemilik lahan tersebut.

"Padahal sejak saya tinggal pertama kali tahun 1989, dijanjikan bahwa itu akan menjadi lahan fasum dan fasos. Walaupun sampai saat ini mereka belum menyerahkannya ke pemerintah daerah," tandas Cahaya.

Dia menambahkan, alasan paling kuat menolak berdirinya BTS ini adalah masalah keamanan karena berdiri tepat di tengah rumah penduduk. Belum lagi masalah negatif dari efek teknologinya.

(tyo/ash)





Hide Ads