Dengan pengalaman puluhan tahun di industri ICT Indonesia, khususnya di sektor telekomunikasi, harusnya tak sulit bagi Rudiantara untuk beradaptasi sebagai Menkominfo. Meski demikian, ia tetap membutuhkan masukan dari pihak luar, termasuk dari praktisi ahli seperti Onno Widodo Purbo.
Diceritakan oleh RA, panggilan akrab Rudiantara, untuk menyusun program awal sebagai Menkominfo yang baru, ia ingin mendengarkan masukan dari semua pihak. Mulai dari masukan yang ada di kabinet, arahan presiden, serta masukan dari kementerian yang akan dipimpinnya.
"Kominfo punya masukan, kita juga punya masukan dari Pak Onno. Nanti semua masukan akan kita susun secara paralel karena semuanya prioritas, termasuk arahannya presiden juga," kata RA dalam perbincangan dengan detikINET sesaat sebelum pelantikan kabinet, Senin (27/10/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain mendengarkan masukan dari Onno, Rudiantara juga tak menutup kemungkinan untuk menggandeng profesional lainnya demi mendukung pekerjaaannya. Salah satunya dengan mempertimbangkan Gatot S Dewa Broto yang sebelumnya juga masuk sebagai kandidat Menkominfo. "Berdasarkan undang-undang yang baru, kita bisa profesional hire," cetus RA memberikan sinyal.
Gatot yang tak terpilih jadi menteri, dinilai oleh Founder IndoTelko Forum Doni Darwin, masih bisa memberikan andil besar untuk membantu kepemimpinan Rudiantara di Kementerian Kominfo. Apalagi, setidaknya ada tujuh prioritas permasalahan yang harus ditangani langsung oleh RA.
"Kalau bicara telekomunikasi dan bisnisnya, Pak RA sudah lengkap dan mendekati ideal. Sekarang tinggal Pak RA memposisikan diri sebagai regulator yang adil. Pernah menjabat di Telkomsel, Indosat, dan XL tentu Pak RA sudah tahu jeroan masing-masing dan regulasi ideal apa yang dibutuhkan bagi industri," katanya.
Namun, di sektor telekomunikasi RA memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Prioritas pertama adalah memperjuangkan kasus mantan Dirut IM2 Indar Atmanto untuk dibahas di level sidang kabinet agar ada kepastian hukum bagi penyedia jasa internet.
Β
Prioritas kedua, menyelesaikan regulasi untuk teknologi netral di frekuensi yang mendukung mobile broadband dimana masyarakat mengandalkan seluler untuk mengakses data. Sedangkan yang ketiga, masalah pembangunan infrastruktur telekomunikasi, terutama area rural dikaitkan dengan penggunaan dana Universal Service Obligantion (USO).
"Ini terkait juga dengan Indonesia Broadband Plan (IBP). Kabarnya redesign USO sudah selesai, RA harus menggeber ini karena penetrasi internet Indonesia masih ketinggalan," kata Darwin.
Keempat, memastikan porsi swasta dan pemerintah serta bentuk Private Public Partbership dalam membangun infrastruktur yang diamanatkan IBP. "Jangan sampai terjadi kasus Palapa Ring, agresivitas dan kecepatan pengambilan keputusan ala RA selama di Telco harus terjadi di Kemenkominfo. Kalau tidak, IBP ujung-ujungnya bisa dibangun oleh operator pelat merah," katanya.
Β
Kelima, menyelesaikan revisi Undang-undang terkait penyiaran dan telekomunikasi yang sesuai dengan era konvergensi. "Masalah tata kelola internet harus dituntaskan, belum lagi pembentukan lembaga independen seperti Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), dan lainnya. Idealnya ada satu lembaga saja untuk mengurus tata kelola di era konvergensi ini, jangan seperti sekarang, ada yang merasa tak tajam pisaunya atau tumpang tindih," ungkapnya.
Β
Keenam, membangun arsitektur cloud untuk e-government dan e-procurement sesuai misi Jokowi yang menginginkan adanya transparansi. "Saat ini masing-masing Kementrian berjalan sendiri, di IBP, soal e-government dan lainnya jelas disebutkan. Idealnya, orkestra dipegang oleh Kemenkominfo," katanya.
Β
Terakhir, RA akan diuji kemampuan Public Relations dalam mengkomunikasikan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) tak lama lagi. "RA tak ada masalah berkomunikasi dengan media, tetapi ada baiknya beliau didukung sosok sekaliber Gatot di pos eselon satu. Ini agar PR Government dalam mengkomunikasikan kebijakan pemerintah lebih efektif dan RA fokus membina industri teknis," pungkasnya.
(rou/fyk)