Jika ditanya ke para pemangku kebijakan telekomunikasi di industri seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), keduanya sepakat menjawabnya empat.
"Idealnya jumlah operator GSM cukup tiga saja, sementara CDMA cukup satu. Buat apa banyak-banyak," kata Muhammad Budi Setiawan, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika Kementerian Kominfo, dalam acara IndoTelko Forum di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (25/6/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa makin banyak yang jadi korban, kecuali ada inovasi baru yang bisa dimunculkan. Jalan lainnya adalah konsolidasi antar pemain industri," kata Alex yang juga Direktur Utama Telkomsel.
Seperti diketahui, Indonesia bisa dikatakan sebagai salah satu negara yang mengalami pertumbuhan paling cepat di industri seluler dunia. Negeri ini tercatat menempati posisi keempat di Asia setelah China, Jepang, dan India soal pertumbuhan seluler.
Kementerian Kominfo mencatat selama periode 2006-2010, pertumbuhan pengguna seluler di Indonesia rata-rata mencapai 31,9% per tahun dengan jumlah penyelenggara telekomunikasi terbanyak di dunia, 10 operator dengan teknologi GSM dan CDMA.
Operator tersebut antara lain Telkomsel, Telkom, Indosat, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, Axis Telekom Indonesia, Smart Telecom dan Mobile-8 Telecom (Smartfren), Sampoerna Telecom, serta Bakrie Telecom.
Di satu sisi, banyaknya jumlah pemain membawa dampak positif terhadap penurunan tarif. Namun di sisi lain, terlalu banyaknya operator membuat sumber daya frekuensi untuk berkembang jadi terbatas. Sementara pasar juga telah memasuki era saturasi.
"Terlebih sekarang penetrasi teledensitas sudah menembus 120% dengan coverage 95% populasi penduduk," pungkasnya.
(rou/eno)