'RIM Santai karena Merasa di Atas Angin'
Hide Ads

BlackBerry Diancam Dipasung

'RIM Santai karena Merasa di Atas Angin'

- detikInet
Senin, 12 Des 2011 19:27 WIB
Jakarta - Research In Motion (RIM) dinilai memiliki daya tawar yang kuat di Indonesia. Yakni dari sisi pengguna BlackBerry Tanah Air yang membludak. Jadi jika ada ancaman sanksi yang menghadang, vendor asal Kanada itu pun bisa santai.

"Mereka santai saja, karena merasa di atas angin," tukas Heru Sutadi, anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kepada detikINET, Senin (12/12/2011).

"Sebab mereka tahu, yang akan protes adalah pengguna BlackBerry jika BlackBerry cuma dijadikan ponsel (dengan dimatikan layanan BlackBerry Internet Servicenya-red.)," lanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dibandingkan anggota BRTI lainnya, Heru memang yang paling lantang dalam menuntut komitmen RIM kepada Indonesia. Bahkan lantaran kesabaran regulator hampir habis, ancaman penyegelan layanan BlackBerry Internet Services (BIS) dan BlackBerry Messenger (BBM) pun disuarakan.

Penyegelan dua layanan terpenting di BlackBerry itu bisa saja terjadi jika rekomendasi dari BRTI dieksekusi oleh Menkominfo Tifatul Sembiring.

"Jika RIM tidak mau memenuhi ya tidak apa-apa, kita jadikan BlackBerry seperti ponsel biasa saja seperti yang lainnya," ancam Heru.

Meski demikian, Ia pun meminta pengertian dari masyarakat terhadap upaya yang sedang dilakukan pemerintah. "Sebab semuanya juga untuk masyarakat. Tarif lebih murah, BlackBerry tidak lemot dan jaminan keamanan informasi yang dikirimkan lewat BlackBerry," imbuhnya.

Adapun tuntutan utama yang dikumandangkan pemerintah adalah terkait pembangunan server di Indonesia. Untuk permintaan ini, Heru sedari awal menilai RIM memang tidak berniat menyanggupinya. Hingga akhirnya muncul kabar yang menyebut produsen BlackBerry itu telah membangun regional network aggregator di Singapura.

Fasilitas layanan purna jual, akses penyadapan (lawful interception), dan filtering pornografi menjadi tuntutan lainnya yang diklaim RIM sudah dijalankan.

"Kalau repair facility center, itu sudah kewajiban layanan purna jual pada masyarakat. Dan apakah RIM sendiri yang bangun, ini kan juga perlu dipertanyakan. Sebab informasi yang didapat, yang bangun repair facility center itu ya partner lokal atau operator, bukan RIM," sesal Heru.

Dari sini BRTI menilai, RIM sadar Indonesia adalah pasar yang besar, namun sayangnya kurang dihargai. "Uang yang didapat dari negara ini juga besar, masak kontribusi server yang juga untuk kepentingan pasar mereka ke depan tidak mau," pungkasnya.

(ash/eno)

Berita Terkait