Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Lebih dari 1 Miliar Pengguna Android Pakai OS Kedaluwarsa, Ini Risikonya

Lebih dari 1 Miliar Pengguna Android Pakai OS Kedaluwarsa, Ini Risikonya


Anggoro Suryo - detikInet

Android 13 Go
Ilustrasi Android 13 Go. Foto: Dok. Google
Jakarta -

Lebih dari 30% pengguna Android di seluruh dunia masih menggunakan Android 13 atau versi yang lebih lama. Data ini berasal dari StatCounter, dan cukup mengkhawatirkan jika melihat fakta bahwa Android 13 pertama kali dirilis pada 2022. Artinya, sekitar satu miliar pengguna Android saat ini memakai ponsel yang sudah tidak lagi mendapat dukungan keamanan resmi dari Google.

Masalah ini bukan sekadar soal ketinggalan fitur. Menurut perusahaan keamanan siber Zimperium, pada titik tertentu dalam setahun, lebih dari 50% perangkat mobile di dunia menjalankan sistem operasi yang sudah usang. Sebagian di antaranya bahkan telah terinfeksi atau terkompromi. Ponsel yang tidak lagi menerima patch keamanan bulanan menjadi target empuk bagi pelaku kejahatan siber.

Contoh konkretnya terlihat dari update keamanan Android terbaru yang dirilis Desember lalu. Pembaruan tersebut menambal 107 celah keamanan, termasuk beberapa yang tergolong serius, demikian dikutip detikINET dari Phone Arena, Minggu (28/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi pengguna ponsel lama yang tidak lagi didukung, celah-celah itu tetap terbuka dan bisa dimanfaatkan oleh peretas. Ponsel yang digunakan sehari-hari pun berpotensi menjadi pintu masuk pencurian data pribadi, kredensial aplikasi, hingga informasi keuangan.

ADVERTISEMENT

Jika dibandingkan dengan Android, situasi di kubu Apple jauh lebih terkendali. StatCounter mencatat sekitar 90% iPhone aktif di seluruh dunia masih menerima pembaruan perangkat lunak dari Apple. Ini berarti hanya sekitar 10% iPhone yang sudah kehilangan dukungan. Perbedaan ini tak lepas dari fragmentasi Android, di mana ratusan produsen ponsel menggunakan Android dengan kombinasi chipset dan antarmuka berbeda-beda.

Fragmentasi inilah yang membuat distribusi update Android jauh lebih rumit. Setiap pembaruan harus disesuaikan dengan hardware, prosesor, dan tampilan antarmuka masing-masing produsen. Akibatnya, meski celah keamanan sudah diketahui dan diperbaiki di tingkat Google, butuh waktu lama--atau bahkan tidak pernah--hingga patch tersebut sampai ke perangkat pengguna.

Security Boulevard menyebut kondisi ini menciptakan pola yang berbahaya. Kerentanan sudah terdokumentasi, tetapi tetap bisa dieksploitasi pada jutaan perangkat karena pembaruan belum sepenuhnya tersebar. Dalam praktiknya, penyerang tahu persis model ponsel mana yang rentan dan akan menargetkan perangkat-perangkat tersebut.

James Maude dari BeyondTrust bahkan memperingatkan bahwa eksploit yang awalnya terlihat terbatas bisa dengan cepat menjadi senjata utama bagi berbagai aktor kejahatan siber. Begitu celah diketahui, serangan akan semakin meluas.

Dengan kondisi ini, kehilangan dukungan perangkat lunak bukan hal sepele. Bagi pengguna Android yang ponselnya sudah tidak lagi mendapat update keamanan, upgrade ke perangkat baru mungkin terasa mahal. Namun, dibandingkan risiko kebocoran data dan serangan siber, langkah tersebut bisa menjadi investasi penting untuk keamanan digital jangka panjang.




(asj/asj)







Hide Ads