Korea Selatan tengah menyelidiki peretasan besar yang menimpa bursa kripto terbesar di negaranya, Upbit. Dalam insiden ini, sebanyak 44,5 miliar won atau sekitar Rp 500 miliar lebih dalam bentuk kripto dilaporkan hilang akibat penarikan tidak sah.
Menurut laporan kantor berita Yonhap, otoritas Korea Selatan mencurigai kelompok peretas asal Korea Utara, Lazarus Group, berada di balik serangan tersebut. Kelompok ini dikenal sebagai unit siber yang berafiliasi dengan badan intelijen Korea Utara dan sudah lama dikaitkan dengan sejumlah pembobolan besar di dunia kripto global.
Dalam keterangan resminya, Upbit menyebut peristiwa ini sebagai penarikan abnormal yang terjadi secara tiba-tiba. Tim keamanan internal bersama otoritas setempat saat ini masih memeriksa sistem untuk mengetahui celah yang dimanfaatkan oleh para pelaku, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Jumat (28/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang pejabat pemerintah Korea Selatan yang dikutip Yonhap mengatakan bahwa pola serangan ini sangat mirip dengan peretasan pada 2019 lalu, di mana sekitar 58 miliar won dalam bentuk kripto hilang dan kemudian dikaitkan dengan Lazarus Group. "Ada kemiripan dari sisi teknik dan jejak digital yang ditinggalkan," ujarnya.
Unit kejahatan siber dari Badan Kepolisian Nasional Korea Selatan juga mengonfirmasi bahwa investigasi resmi telah dimulai. Namun, mereka belum memberikan detail lebih lanjut terkait perkembangan kasus ini. Sementara itu, Badan Intelijen Nasional Korea Selatan belum bisa dimintai komentar.
Operator Upbit, Dunamu, melalui pernyataan singkat mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki penyebab dan skala kebocoran aset digital ini, serta bekerja sama dengan pihak berwenang untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
Menariknya, peretasan ini terjadi hanya beberapa jam sebelum raksasa internet Korea Selatan, Naver, mengumumkan akuisisi terhadap Dunamu dalam kesepakatan bernilai sekitar 10 triliun won. Upbit sendiri merupakan salah satu platform perdagangan kripto terbesar di Asia, sehingga insiden ini langsung memicu kekhawatiran terkait keamanan ekosistem kripto di kawasan tersebut.
Lazarus Group selama ini dikenal sebagai dalang di balik berbagai perampokan kripto besar dunia. Bahkan FBI Amerika Serikat pernah menyebut operasi siber Korea Utara sebagai salah satu ancaman siber paling maju dan persisten saat ini.
(asj/asj)











































