20% Perusahaan Indonesia Masih Ogah Pakai Cloud, Lebih Rendah dari Global
Hide Ads

20% Perusahaan Indonesia Masih Ogah Pakai Cloud, Lebih Rendah dari Global

Aisyah Kamaliah - detikInet
Selasa, 09 Feb 2021 18:30 WIB
Nutanix
20% perusahaan di Indonesia masih enggan memakai cloud, angka ini lebih rendah dari persentase 18% bila diambil dari angka global. Foto: detikINET/AN. Uyung Pramudiardja
Jakarta -

20% Perusahaan di Indonesia masih enggan memakai cloud, data ini lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase secara global. Hal ini diungkap dalam riset Nutanix Enterprise Cloud Index (ECI) 2020.

Riset Nutanix Enterprise Cloud Index (ECI) 2020 dijalankan oleh peneliti Inggris Vanson Bourne dengan melakukan survei terhadap 3.400 pemimpin IT di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Diketahui angka 20% tersebut lebih tertinggal dari angka global yang 18%. Namun mereka berambisi untuk antara lain meninggalkan, mengembangkan, atau mengintegrasikan infrastruktur model ini, dalam waktu tiga tahun ke depan. Sedangkan lebih dari setengah yakni sebanyak 53) mengatakan berencana menjalankan model hybrid cloud terintegrasi dalam waktu lima tahun ke depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, terungkap bahwa di Indonesia lebih banyak menggunakan private cloud yaitu sebanyak 32%. Sedangkan public cloud saja hanya 3%. Adapun model hybrid atau multicloud digunakan oleh 11% responden.

Lantas apa yang membuat perusahaan di Indonesia masih belum memaksimalkan penggunaan cloud dalam bisnis mereka?

ADVERTISEMENT

"Customer masih melihat isu seperti security-nya, isu aksesnya, itu masih menjadi kendala menurut mereka. Tapi over time, semakin bagusnya infrastruktur telekomunikasi, pelan-pelan akan semakin turun persentasenya," ungkap Fetra Syahbana Country Manager Indonesia Nutanix optimistis dalam diskusi virtual, Selasa (9/2/2021).

Ia pun melihat bahwa dari tren yang ada, banyak yang sudah mulai mengarah kepada teknologi cloud. Hanya sedikit yang masih memikirkan soal keamanan cloud, cara akses, dan ketakutan lainnya. Hal ini wajar karena perusahaan mempercayakan data yang berharga milik mereka pada perusahaan lain tidaklah mudah untuk di awal-awal.

"Seumpama saya punya 1 ton emas murni, saya taruh di satu tempat yang orang lain yang mengelola emas tersebut. Physically barang tersebut tidak ada di saya, mereka yang manage semuanya. Masih ada ketakutan security-nya, apakah saya mendapatkan laporan dan dalam seperti apa? Ketika akses, mereka kasih tahu ke saya nggak? Menurut saya ini ketakutan yang masalah waktu," tuturnya.

Apalagi melihat bisnis perbankan kini sudah mulai memanfaatkan cloud. Perusahaan bank bisa dibilang menyimpan berbagai data sensitif, namun angka penggunaan cloud di bidang ini malah meningkat.

"Banking mereka punya regulated harus tunduk ke aturan OJK dan menaruh data semua orang di situ. Tapi kita lihat banking mulai mengarah ke cloud, mereka bilang akan pakai hybrid. Kalau banking sudah bergerak ke sana, apalagi lain-lainnya," pungkasnya.




(ask/fay)