Untuk menyelamatkan data yang dienkripsi ransomware, korban harus membayar uang tebusan senilai USD 300 atau sekitar Rp 3,9 juta dengan mata uang bitcoin. Uang tebusan itu dikirimkan ke satu dari dua alamat 'dompet bitcoin' yang ada dalam software tersebut, dan bisa dilihat oleh semua orang.
Dengan terlihatnya alamat tersebut, maka jumlah transaksi yang terjadi selama tiga hari ini pun bisa dilihat oleh publik. Secara total jumlah pembayarannya baru mencapai 14 bitcoin, atau sekitar USD 25 ribu dengan nilai tukar saat ini, seperti dilansir The Guardian, Senin (15/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya baru ada 82 korban yang membayar uang tebusan tersebut, dengan asumsi setiap korban membayar tebusan senilai USD 300. Uang tebusannya sendiri akan meningkat menjadi USD 600 setelah tiga hari terlewati, dan asumsinya adalah korban yang memang berencana membayar tebusan tersebut memang sudah melakukan pembayarannya.
Jumlah korban yang membayar uang tebusan ini terbilang sedikit dibanding jumlah komputer yang sudah terinfeksi. Menurut Europol, ransomware ini mulai menyerang pada Jumat (12/5/2017) lalu dan dua hari kemudian sudah menginfeksi sekitar 200 ribu komputer di 150 negara.
Jika setelah tiga hari uang tebusannya menjadi USD 600, si pembuat ransomware mengklaim akan menghapus kunci enkripsinya setelah seminggu. Alhasil si korban seharusnya tak akan bisa menyelamatkan data-datanya lagi.
Ransomware WannaCry berbasis pada program yang dikembangkan National Security Agency (NSA) milik Amerika Serikat. WannaCry akan menyandera data korban dan meminta uang tebusan jika korbannya ingin data tersebut dikembalikan. (asj/fyk)