"Sebagai regulator kita harus perhatikan konsumen yang beragam, aspek-aspek pelindungan konsumennya, hal ini yang membuat kita siapkan aturan tapi peraturan ini disusun dengan sangat hati-hati," ujar Anggota Dewan, Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti S Soetiono, di Hotel Fairmont, Jakarta Selatan, Kamis (17/11/2011).
Ia menyebut, aturan ini nantinya akan diatur oleh satgas atau tim khusus yang melibatkan beberapa lembaga. Aturan ini untuk memberikan aspek perlindungan kepada masyarakat terkait risiko teknologi keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, aturan ini akan selesai dalam hitungan bulan yang akan diimplementasikan dalam Peraturan OJK (POJK). Hal itu karena OJK berhati-hati karena ada beberapa masyarakat yang belum mendapatkan literasi yang cukup terkait keuangan.
"Karena kita sangat hati-hati dan antusiasnya macam-macam, ada yang di bidang lending (pinjaman), bidang ekuiti (modal), bidang financial education, tentu ini aturannya satu atau dua itu masalah teknis, tapi yang penting tetap tumbuh supaya terjadi terobosan bisa meningkat cepat terutama di pulau terluar bisa terjawab dengan Fintech," kata Tuti.
Menurut Titu, aturan tersebut akan mengatur tentang kegiatan transaksi keuangan yang melakukan penghimpunan dana, penyaluran dana.
"Bentuknya pasti POJK, pengaturannya adalah kegiatan-kegiatan transaksi keuangan yang melakukan penghimpunan dana atau penyaluran dana, pasti itu, kalau di bank kan penghimpunan dan penyaluran, di market kan investasi, kemudian di nonbank fasilitas pembiayaan, jadi kira-kira substansi dari services itu sendiri," kata Titu.
Risiko dalam transaksi Fintech adalah kerahasiaan data, cyber risk, tandatangan digital. Untuk memitigasi risiko pemanfaatan Fintech sangat penting dilakukan peningkatan keamanan atas teknologi yang digunakan secara berkesinambungan mengutamakan transparansi dan peningkatan literasi keuangan.
"Supaya konsumen yang memakai itu diperhatikan hak dan kewajibannya," tandasnya. (jsn/rou)