Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Spionase 'Asal Colok' AS yang Bikin Ngeri

Spionase 'Asal Colok' AS yang Bikin Ngeri


Ardhi Suryadhi - detikInet

Ilustrasi (gettyimages)
Jakarta - Masih ingat dengan isu penyadapan telepon yang menyasar Presiden SBY dan sejumlah pejabat Indonesia beberapa waktu lalu?

Kala itu dokumen intelijen yang bocor berwujud slide presentasi dan berlabel 'top secret' menyebut adanya upaya penyadapan oleh Australia dilakukan tahun 2009 terhadap para petinggi di Indonesia. Slide lainnya berjudul 'IA Leadership Targets + Handsets' dan berisi daftar nama pejabat tinggi Indonesia yang menjadi target, lengkap dengan tipe telepon genggam yang digunakan saat itu.

Nama pertama adalah Presiden SBY yang disebut menggunakan telepon genggam merek Nokia jenis E90-1 pada tahun 2009. Di bawahnya ada nama Ani Yudhoyono yang ditulis dengan nama asli Kristiani Herawati, yang menggunakan jenis ponsel yang sama dengan SBY.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di bawah keduanya ada nama Wakil Presiden Boediono dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Boediono ditulis menggunakan Blackberry Bold 9000, sedangkan JK ditulis menggunakan Samsung SGH-Z370.

Nama-nama pejabat lainnya yang juga menjadi target, antara lain Dino Patti Djalal yang saat itu masih menjadi juru bicara presiden urusan luar negeri, Andi Malarangeng yang saat itu menjadi juru bicara presiden, Hatta Rajasa yang saat itu menjabat Mensesneg, Sri Mulyani Indrawati yang saat itu menjabat Menkeu, Widodo Adi Sucipto yang saat itu menjabat Menko Polhukam dan Sofyan Djalil yang saat itu menjabat Menteri BUMN.



Itu baru dari satu akses, telepon genggam, dimana sebenarnya masih ada yang lebih mengerikan. Menurut Dimitri Mahayana, Chairman Sharing Vision aksi mata-mata yang lebih mengerikan sejatinya bisa dilakukan oleh Amerika Serikat lewat NSA (National Security Agency).

Sebelumnya, NSA dilaporkan pernah memata-matai email Presiden Meksiko. Tentu perlu alat canggih dan akses tak terbatas untuk bisa memonitor orang sekaliber presiden.

Khusus AS, adalah program PRISM yang menjadi 'senjata' untuk akses mata-mata tak terbatas ini. Bagaimana tidak, program PRISM memperbolehkan NSA untuk mengambil data tanpa harus meminta izin kepada penyedia layanan dan izin pengadilan.



Sumber: The Verge



"Jadi PRISM ini program legal NSA, dan arsitekturnya yang bikin ngeri, ini langsung colok. Mulai dari AT&T, Verizon, Apple, Google, Micorosft, Yahoo, sampai Facebook bisa diakses," ungkap Dimitri.

Tak heran, lanjutnya, para teroris seperti anggota ISIS harus mengurangi ketergantungan terhadap komunikasi dan gadget untuk menghindari monitoring AS.

Indonesia Harus Bagaimana?

Jika melihat rangkaian monitoring tak terbatas yang dimiliki PRISM terhadap layanan internet yang biasa kita gunakan sehari-hari tentu sangat mengerikan. Pun demikian, kita juga tak lantas menjadi anti internet.

Salah satu cara agar spionase dari layanan internet ini tak kebablasan adalah dengan menegakkan aturan yang sudah tertuang di UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan beserta Peraturan Pemerintahnya (PP).

Yaitu yang mewajibkan pembangunan data center bagi penyelenggara sistem elektronik, termasuk Google cs di dalamnya.

Pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik disebutkan bahwa:

1. Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib memiliki rencana keberlangsungan kegiatan untuk menanggulangi gangguan atau bencana sesuai dengan risiko dari dampak yang ditimbulkannya.

2. Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban penempatan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah berkoordinasi dengan Menteri.

Jadi singkatnya, data center Google cs harus ditempatkan di Indonesia. Dan batas waktunya paling lambat pada tahun 2017 atau lima tahun setelah UU ITE diberlakukan.

Pemerintah -- Menkominfo atau Presiden -- dinilai harus menegakkan aturan ini. Kalau perlu Menkominfo sambangi Google cs ke markasnya, atau mereka (google cs) yang diundang Presiden RI.

"Presiden atau menteri bisa menjelaskan urgensinya bagi keamanan nasional dan mereka juga perlu diapresiasi. Selanjutnya bisa melakukan negosiasi baik-baik. Karena AS ini kalau yang mendatangi menteri dan proposition mereka dapat apa, bakal masuk Indonesia dengan memegang keamanan bisnis," papar Dimitri.

Nah, jika data center Google cs sudah di Indonesia maka aksi spionase dari asing bisa dihadang. Sebab data center tersebut akan selalu diaudit oleh orang Indonesia. Bisa oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Departemen Pertahanan, Polri atau ada single audit yang menyeluruh termasuk konektivitasnya.

"Jadi jauh lebih aman, karena colok langsung ala PRISM ini susah dihadang, jika data centernya tak ada di sini. Spionase colok langsung akan langsung diketahui kalau masih terjadi, karena ada monitoring terus menerus," Dimitri menambahkan.

Pengguna Google cs juga mendapat benefit dari sisi kecepatan akses dengan adanya data center di Indonesia. Terakhir adalah soal kemampuan industri data center yang beroperasi di Indonesia untuk bisa mengakomodir kebutuhan pemain internet global ini.

Pastinya data center yang dipilih Google cs minimal Tier 4 yang punya tingkat uptime 99,9%. "Untuk isu ini, Direktur Telkom Indra Utoyo sudah bilang siap memfasilitasi karena siap membangun fasilitas data center Tier 4. Jadi kalau Google minta, kita (Indonesia) sudah punya Tier 4," Dimitri menandaskan.

(ash/fyk)





Hide Ads