×
Ad

Gawat! Hutan Amazon Masuk Iklim Baru yang Belum Pernah Ada

Rachmatunnisa - detikInet
Rabu, 31 Des 2025 11:15 WIB
Ilustrasi hutan Amazon. Foto: DW (News)
Jakarta -

Hutan hujan Amazon yang dikenal sebagai paru-paru dunia, kini sedang mengalami perubahan iklim ekstrem yang belum pernah terjadi di Bumi selama jutaan tahun. Penelitian terbaru menyebut daerah ini sedang beralih ke kondisi iklim yang dinamakan 'hypertropis', yang dipicu oleh kekeringan yang makin panjang, panas, dan sering terjadi.

Kondisi ini terungkap lewat studi internasional yang menganalisis data lebih dari 30 tahun pengamatan iklim dan vegetasi di Amazon. Hasilnya mencatat perubahan dramatis pada pola kekeringan dan suhu yang mendekati batas toleransi ekosistem hutan tropis ini.

Apa Itu Iklim Hypertropis?

Menurut Jeff Chambers, Profesor Geografi di University of California, Berkeley, istilah hypertropical digunakan untuk menggambarkan kondisi panas dan kering yang tidak memiliki analog modern, alias belum pernah dialami Bumi dalam sejarah terbaru.

"Ketika kekeringan panas seperti ini terjadi, itulah iklim yang kami kaitkan dengan hutan hypertropis, karena berada di luar batas apa yang kita anggap sebagai hutan tropis saat ini," kata Chambers dikutip dari Science Alert.

Artinya, Amazon bukan lagi hanya mengalami fluktuasi musim panas dan musim hujan biasa, melainkan perubahan ekstrem ini menunjukkan transisi ke iklim baru yang jauh lebih kering dan panas.

Dampak Pada Ekosistem

Penelitian memprediksi bahwa periode kekeringan panas akan jadi lebih umum bahkan dalam musim basah di masa depan. Ketika tanah kehilangan kelembabannya, pohon mengalami dua masalah utama.

Pertama, pohon mengalami gagal hidraulik, yakni gelembung udara menghambat aliran air di dalam jaringan pohon. Kedua, kelaparan karbon. Stomata daun menutup untuk hemat air, tetapi ini juga menghambat kemampuan pohon menyerap CO₂ yang penting untuk fotosintesis.

Studi itu juga menunjukkan bahwa pohon yang tumbuh cepat dengan densitas kayu rendah lebih rentan mati dibanding pohon berdensitas tinggi.

"Kami menunjukkan bahwa pohon yang tumbuh cepat dengan densitas kayu rendah lebih rentan, mati dalam jumlah lebih besar dibanding pohon berdensitas tinggi," ujar Chambers.

Untuk diketahui, hutan yang mudah tumbuh kembali setelah gangguan (secondary forest) bisa jadi lebih terancam karena mayoritas pohonnya termasuk kelompok yang rentan ini.

Berdampak Global

Para peneliti memperkirakan bahwa kondisi hypertropis ini akan menjadi lebih umum di seluruh kawasan Amazon dan bahkan bisa muncul juga di hutan hujan tropis di Afrika dan Asia jika pemanasan global terus berlanjut.

Kalau tren ini tidak dibendung, perubahan tersebut bisa membuat Amazon berhenti menjadi penyerap karbon dan malah melepaskan lebih banyak CO₂ ke atmosfer seiring banyaknya pohon mati. Hal ini mengurangi kemampuan hutan menyokong keanekaragaman hayati yang sangat besar.

Pada akhirnya, hal ini menimbulkan dampak iklim global yang serius, karena Amazon merupakan salah satu penyeimbang utama siklus karbon planet ini. Chambers mengingatkan bahwa skenario terburuk ini bukan sesuatu yang tak bisa dihindari.

"Semua tergantung pada apa yang kita lakukan. Jika kita terus memancarkan gas rumah kaca sebanyak yang kita mau tanpa kontrol, maka kita akan menciptakan iklim hypertropis ini lebih cepat," ujar Chambers.

Hutan Amazon, yang selama ini menjadi paru-paru dunia dan penyerap karbon terbesar, kini sedang menuju kondisi iklim ekstrem yang belum pernah kita lihat di zaman modern. Transisi ke hypertropical state menunjukkan realitas perubahan iklim yang makin mendesak, dan menjadi pengingat bahwa aksi nyata pengurangan emisi harus dilakukan sekarang agar skenario paling drastis ini bisa dihindari.



Simak Video "Video: Kenapa Musim Kemarau dan Hujan Makin Sulit Dibedakan?"

(rns/afr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork