Seorang pencari harta karun amatir di Australia menemukan bongkahan emas bernilai ratusan ribu dolar AS hanya dengan menggunakan detektor logam kelas konsumen. Temuan langka ini terjadi di Segitiga Emas Victoria, kawasan yang sejak abad ke-19 dikenal sebagai salah satu ladang emas paling produktif di dunia.
Meski telah ditambang selama lebih dari satu abad, wilayah Victoria tengah secara geologi masih menyimpan emas di bawah permukaan. Penelitian yang dipimpin ahli geologi G. Neil Phillips dari University of Melbourne menunjukkan bahwa emas terbentuk dari fluida panas kaya mineral yang naik melalui retakan batuan purba dan mengendap selama jutaan tahun.
Erosi kemudian memecah urat-urat kuarsa tersebut, memindahkan sebagian emas ke lapisan tanah yang relatif dangkal. Inilah alasan mengapa emas masih bisa terdeteksi, bahkan di area yang dianggap 'lahan lama'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Spesimen yang ditemukan bukan serpihan kecil, melainkan campuran kuarsa dan emas yang masih menyatu, jenis temuan yang sangat jarang dan dianggap sebagai kapsul waktu geologis. Dari berat total sekitar 4,5 kilogram, batu tersebut diperkirakan mengandung lebih dari 80 ons troy emas.
Untuk menemukannya, seperti dikutip dari Earth.com, Senin (22/12/2025), sang pencari menggunakan Minelab Equinox 800, detektor logam multi-frekuensi yang bekerja dengan menciptakan medan magnet di dalam tanah. Saat medan ini melewati logam, sinyal pantulan berubah sesuai konduktivitas material, lalu diterjemahkan menjadi bunyi atau indikator visual.
Secara fisika, peluang mendeteksi emas tidak ditentukan oleh mahal atau murahnya alat, melainkan oleh lokasi dan ketepatan pemindaian. Perangkat canggih hanya membantu menyaring gangguan dari tanah atau sampah logam.
Kisah ini kembali mengingatkan bahwa di balik sensasi 'demam emas', sains geologi memegang peran utama. Emas tidak muncul secara acak, melainkan terkumpul melalui proses panjang di dalam kerak Bumi, dan sesekali, masih bisa ditemukan oleh mereka yang sabar membaca sinyal alam.
(rns/hps)