Kemunculan Siklon Tropis Senyar di atas Pulau Sumatra, khususnya sekitar Aceh dan Sumatra Utara (Sumut), berdampak hujan dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrem dan memicu banjir serta longsor di dua wilayah paling utara pulau tersebut.
Badai besar ini berasal dari Bibit Siklon Tropis 95B yang terbentuk di perairan sempit dan dangkal di Selat Malaka.
Kemunculan siklon ini sekaligus menandai babak baru dinamika cuaca ekstrem di kawasan Benua Maritim Nusantara (BMN). Pasalnya, wilayah yang selama ini dianggap mustahil menjadi lokasi lahirnya badai tropis, seperti Selat Malaka, ternyata kini memunculkan Siklon Tropis Senyar.
"Dalam catatan meteorologi, hanya sedikit badai yang mampu terbentuk di wilayah sempit dekat ekuator. Kasus serupa terakhir terjadi pada Tropical Storm Vamei (2001) yang lahir di Laut Natuna," kata Klimatolog BMKG Deni Septiadi, dalam keterangannya.
Ia menjelaskan, Senyar mencapai status badai tropis dengan kecepatan angin 70-80 km/jam, dan tekanan pusat 998-1000 mb. Struktur konveksi yang simetris, inti pusaran tertutup, serta pusat tekanan yang jelas menjadikannya memenuhi seluruh kriteria siklon tropis, meskipun lebih kecil dibanding badai besar di Samudra Hindia.
Fenomena Langka
Badai tropis di sekitar Indonesia umumnya lahir saat Monsun Asia melemah ketika shear angin kecil, sirkulasi lebih terorganisir, dan pemusatan massa udara lebih mudah terjadi.
Menurut Deni, berdasarkan teori dinamika atmosfer (Holton), angin barat kuat dari Samudra Hindia masuk ke Selat Malaka. Karena terjepit topografi, aliran ini melambat drastis, memicu konvergensi kuat.
"Angin baratan kuat dari Samudra Hindia masuk ke Selat Malaka yang sempit, sehingga melambat secara drastis," jelasnya.
Konvergensi meningkatkan vortisitas (putaran), lalu diperkuat efek Coriolis di lintang 5-8 derajat LU. Suhu muka laut hangat, kelembaban tinggi, serta pelepasan panas laten memperkuat pusaran hingga berkembang menjadi badai.
Secara sederhana, angin monsun yang 'tertahan' di celah sempit Selat Malaka mengalami defleksi dan berputar keras, lalu membentuk badai.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. Erma Yulihastin juga menyebut Siklon Tropis Senyar merupakan peristiwa langka karena hampir tak pernah terjadi di wilayah khatulistiwa seperti Indonesia.
Secara astronomis, Langsa (Aceh) terletak pada lintang 4,5 derajat sebelah utara ekuator atau khatulistiwa. Fakta itu membuat Senyar menjadi badai tropis kedua setelah Vamei pada Desember 2001 yang membantah 'hukum meteorologi', yakni tak bisa terbentuk dekat ekuator.
Siklon Tropis Senyar menjadi pengingat bahwa era cuaca ekstrem telah tiba di kawasan tropis. Meskipun Indonesia berada di wilayah yang selama ini dianggap aman dari badai tropis, dinamika atmosfer yang semakin kompleks menuntut kewaspadaan lebih tinggi.
Simak Video "Video: BMKG Peringatkan Dampak Cuaca Ekstrem di Wilayah Timur Indonesia"
(rns/rns)