Pemanfaatan limbah pertanian tak sebatas wacana. Di tangan ilmuwan muda Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc., sekam padi bisa diubah menjadi material maju (advanced material) zeolit sintetis.
Untuk diketahui, zeolit adalah kelompok mineral aluminosilikat terhidrasi yang memiliki struktur kristal berpori dengan kemampuan menyerap, menyaring, dan bertukar ion. Struktur unik ini memungkinkan zeolit digunakan sebagai penyerap (adsorben) dan katalis dalam berbagai industri, seperti pengolahan air, pertanian, dan petrokimia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia mengonsumsi sekitar 36 juta ton beras per tahun, dan dari situ limbah sekamnya luar biasa banyak. Prinsipnya, jangan biarkan limbah berakhir di tempat sampah, jadikan sumber daya baru," ujar Rino saat berbicara di Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11).
Disebutkan Rino, riset ini berangkat dari semangat ekonomi sirkular, yakni mengubah limbah menjadi sumber daya baru. Zeolit sintetis yang ia kembangkan dibuat di laboratorium melalui proses kimia tertentu dengan memanfaatkan limbah sekam. Penemuannya ini bisa dimanfaatkan secara luas, mulai dari proses penyulingan minyak bumi, hingga pakan ternak.
Zeolit dari sekam padi hanya salah satu dari banyak penelitian yang sudah lama dilakukannya. Atas kontribusinya dalam pengembangan riset kimia material yang berorientasi pada solusi berkelanjutan di bidang energi dan lingkungan, sosok bergelar doktor dari Jerman itu meraih Habibie Prize 2025 bidang Ilmu Dasar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Berbicara di atas panggung penghargaan Habibie Prize 2025, Rino juga sempat menyinggung pentingnya generasi muda untuk terlibat dalam riset dan pengembangan teknologi.
"Kita akan menghadapi bonus demografi pada 2045, saat Indonesia berusia 100 tahun. Harapannya, anak-anak muda itu bukan hanya pengguna teknologi, tapi juga pencipta," ujarnya.
Menurut Rino, ilmuwan muda perlu terus dipromosikan dan diberi ruang, serta teknologi harus terus dihidupkan di tengah masyarakat agar lahir inovasi dari Indonesia untuk dunia.
Rino Rakhmata Mukti menerima penghargaan dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko bersama empat ilmuwan lainnya. Foto: Rachmatunnisa/detikINET |
Pentingnya Apresiasi bagi Ilmuwan
Bagi Rino, penghargaan ini bukan akhir, tetapi pengingat agar riset selalu kembali ke akar, yaitu memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan memotivasi ilmuwan muda untuk tidak takut menapaki jalan panjang dunia penelitian.
Lebih dari itu, ia menilai penghargaan seperti Habibie Prize berperan penting dalam menjaga semangat peneliti di Indonesia.
"Acara seperti ini memotivasi para guru, dosen, dan ilmuwan. Mereka tahu kerja kerasnya dihargai. Jadi memang pemerintah harus menaruh perhatian serius untuk memperhatikan guru, dosen, dan ilmuwan di Indonesia, karena masa depan kita ada di tangan mereka," ujarnya.
Habibie Prize merupakan bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan negara kepada para ilmuwan dan pakar yang telah mendedikasikan karya serta penelitiannya untuk kemajuan bangsa. Penghargaan ini sekaligus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, serta menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan generasi muda.
Nama penghargaan ini diambil dari sosok Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998. Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.
Tahun ini, BRIN memberikan penghargaan Habibie Prize kepada lima penerima:
- Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)
- R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. (Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi)
- Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)
- Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)
- Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan)
(rns/rns)












































