China Bangun 'Terusan Suez' Versi Darat, Hubungkan Eropa dan Asia
Hide Ads

China Bangun 'Terusan Suez' Versi Darat, Hubungkan Eropa dan Asia

Rachmatunnisa - detikInet
Kamis, 04 Sep 2025 10:15 WIB
Pembangunan jalan di China
China diam-diam membangun rute alternatif untuk mengekspor barang ke Eropa, tanpa melewati Laut Selatan, guna menghindari ketegangan dengan AS dan sekutunya. Foto: AFP via Euro News
Jakarta -

China diam-diam membangun rute alternatif untuk membantu mengekspor barang ke Eropa, tanpa melewati Laut Selatan, guna menghindari ketegangan dengan Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan tersebut.

Kota pegunungan Chongqing di China telah menjadi pusat utama rute perdagangan darat yang menurut beberapa pihak dapat menjadi 'Terusan Suez' yang baru.

Rute ini dilayani oleh kereta api, dan diperkirakan akan menjadi pusat logistik terpenting di Asia. Mengutip South China Morning Post, kota tersebut dengan cepat muncul sebagai poros strategis dalam jaringan perdagangan China. Jika terus berhasil, model yang digunakan Chongqing bisa menginspirasi pemerintah China untuk melakukan investasi serupa di wilayah barat negara tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap hari, kota ini mengelola ratusan pengiriman, menghubungkan negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Singapura ke Eropa, termasuk Jerman dan Polandia, menggunakan kereta barang berkecepatan tinggi.

ADVERTISEMENT

Pangkas Waktu Pengiriman

Waktu pengiriman melalui darat selama 10-20 hari akan menjadi lebih singkat dibandingkan rute laut biasanya, dan secara signifikan menyederhanakan masalah bea cukai.

Peluncuran kereta cepat ASEAN pada 2023 memangkas waktu pengiriman antara Hanoi dan Chongqing menjadi hanya lima hari, yang berarti barang akan mencapai Eropa dalam waktu kurang dari dua minggu.

Selain lokasinya yang strategis, Chongqing merupakan pusat produksi utama, yang memproduksi sekitar sepertiga laptop dunia, basis utama produksi mobil listrik, dan pusat ekspor utama untuk seperempat mobil China.

Dimensi Geopolitik

Beberapa pengamat percaya bahwa motif China menggunakan kota ini tidak hanya berdimensi logistik, tetapi juga berdimensi geopolitik. Perang dagang dengan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump telah menunjukkan bahayanya mengandalkan jalur laut internasional di bawah pengaruh Barat seperti Terusan Suez, Selat Hormuz, dan Selat Malaka. Pandemi virus Corona pada 2020-2022 memperburuk risiko tersebut, memperlihatkan rapuhnya rantai pasokan jika hanya mengandalkan jalur maritim.

Dengan adanya perang yang sedang berlangsung di Ukraina dan beberapa pengiriman China pada 2023 terancam disita, melewati Rusia menjadi lebih berisiko, meskipun perdagangan bilateral kedua negara mencapai 240 miliar euro pada 2024.

Oleh karena itu, China mendorong pengembangan 'Koridor Tengah' yang melintasi Kazakhstan dan Laut Kaspia untuk menghindari Rusia dan selat-selat tersebut.

Namun, China menghadapi banyak tantangan dalam hal keterlambatan bea cukai, biaya tinggi, infrastruktur yang buruk, dan keberlanjutan finansial. Banyak rute, terutama dalam Belt and Road Initiative, mengandalkan subsidi pemerintah untuk memudahkan eksportir.




(rns/rns)
Berita Terkait