Indonesia memiliki modal strategis untuk mengembangkan ekonomi antariksa. Letak geografisnya yang berada di garis khatulistiwa, membuatnya ideal untuk peluncuran roket dan satelit.
Hal ini disampaikan anggota Dewan Penasihat Asosiasi Antariksa Indonesia (ARIKSA) Sofyan Djalil, saat berbicara di acara diskusi panel bertajuk 'Antariksa: Urgensi dan Relevansi untuk Indonesia', di The Residence Onfive, Grand Hyatt, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
"Dunia kita berada di ambang revolusi, ekonomi antariksa bukan lagi sekadar impian,melainkan sumber pendapatan baru yang sangat signifikan," kata Sofyan.
Mengutip laporan McKinsey & Company tahun 2024, Sofyan membeberkan bahwa ekonomi antariksa global diperkirakan akan mencapai USD 1,8 triliun pada 2035. Ekonomi sektor ini juga akan tumbuh sebesar 9% per tahun, jauh di atas pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global.
"Angka ini bukan sekedar statistik, melainkan cerminan potensi besar yang akan berdampak luas pada berbagai industri dari pertahanan, komunikasi digital, hingga agriculture. Ini adalah peluang emas bagi Indonesia yang harus kita realisasikan atau kita akan tertinggal," bebernya.
Lebih dari sekedar keuntungan finansial, lanjut Sofyan, sektor antariksa memegang nilai strategis yang eksklusif. Menurutnya, sektor ini adalah kunci untuk ketahanan pangan, keamanan wilayah, mitigasi bencana alam, pemantuan perubahan iklim, dan lain-lain.
"Tanpa akses ke antariksa, kita akan tergantung pada bangsa lain dalam aspek-aspek strategis yang seharusnya menjadi hak kedaulatan kita," tegasnya.
Keunggulan Alamiah Indonesia
Indonesia memiliki berbagai keunggulan alamiah yang dapat menjadi modal strategis untuk mendorong kemandirian dan daya saing Indonesia di sektor antariksa global.
Menurut Journal of Law, Policy and Globalization tahun 2023, posisi Indonesia yang berada di khatulistiwa, tepatnya di 6 derajat Lintang Utara hingga 11 derajat Lintang Selatan, menjadikan negara kita sebagai lokasi ideal untuk peluncuran roket dan membawa misi satelit ke orbit.
"Indonesia memiliki keunggulan alamiah yang tak ternilai. Keunggulan ini memungkinkan efisiensi bahan bakar dan muatan roket yang lebih tinggi," kata Sofyan.
Selain itu, jumlah peluncuran luar angkasa meningkat drastis secara global. Menurut United Nations Office for Outer Space Affairs, pada 2024 saja, terdapat 2.664 objek yang dihuni di luar angkasa. Melihat peningkatan tersebut, Sofyan dan rekan-rekannya di ARIKSA yang baru dibentuk pada Januari 2025, bertekad bahwa Indonesia harus kebagian porsi 'kue' di sektor antariksa.
"Tidak terbantahkan lagi bahwa Indonesia berpotensi menjadi pusat peluncuran regional dan global karena posisi kita tadi. Namun potensi ini hanya akan bisa terwujud dengan dukungan penuh dalam pembangunan spaceport atau bandar antariksa beserta ekosistemnya," ujarnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika RI ke-2 ini menjelaskan, ARIKSA hadir untuk mewujudkan hal itu. Disebutkannya, ARIKSA dibentuk untuk mengadvokasi pentingnya akses antariksa kepada semua stakeholder, terutama regulator, serta memunculkan kesadaran public akan pentingnya sektor ini.
"ARIKSA memiliki tiga tujuan utama, mendukung pengembangan teknologi dan perkembangan industri ini, membantu pemerintah merumuskan kebijakan yang tepat, dan yang terpenting adalah mengembangkan sumber daya manusia Indonesia agar siap bersaing di kancah global di era yang unggul di bidang keantariksaan," tutupnya.
Simak Video "Hal yang Perlu Dilakukan Pemerintah Indonesia Jika Mau Meluncurkan Satelit"
(rns/rns)