Hilangnya keanekaragaman hayati semakin parah dan mengancam umat manusia. "Kita sudah terkunci dalam kerusakan signifikan, dan kita akan melihat lebih banyak lagi. Saya benar-benar khawatir bahwa perubahan negatif bisa sangat cepat," kata Tom Oliver, profesor ekologi University of Reading, Inggris.
Sejak 1970, beberapa penelitian memperkirakan populasi satwa liar turun rata-rata 73%. Merpati penumpang, parkit Carolina, dan kura-kura raksasa Floreana termasuk di antara banyak spesies yang punah akibat manusia. "Sangat memalukan bahwa spesies kita menyebabkan kepunahan ribuan spesies lainnya," kata Oliver.
Krisis keanekaragaman hayati tidak hanya terjadi pada spesies. Manusia juga bergantung pada alam untuk mendapatkan makanan, air bersih, dan udara untuk bernapas, dan itu semua juga terancam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya rasa, 15 hingga 20 tahun ke depan, kita akan lihat krisis pangan berkelanjutan dan risiko nyata gagal panen berkali-kali. Itu di samping banyak risiko lain yang mungkin berdampak ke kita via polusi air tawar, pengasaman laut, kebakaran hutan, ledakan alga, dan sebagainya," cetus Oliver yang dikutip detikINET dari Guardian.
Oliver, yang bekerja sama dengan pemerintah Inggris untuk mengidentifikasi risiko kronis dunia, terlibat dalam laporan tahun 2024 yang menunjukkan degradasi alam dapat menyebabkan kerugian 12% terhadap PDB Inggris. Wabah penyakit, hilangnya serangga penyerbuk tanaman, rusaknya perikanan, dan banjir merupakan beberapa risiko yang diidentifikasi.
Para ilmuwan menyebut aktivitas manusia mendorong dunia ke zona bahaya dalam tujuh dari delapan indikator keselamatan planet. Hilangnya keanekaragaman hayati akan semakin cepat, dengan lebih banyak spesies yang bertahan hidup hanya di kebun binatang.
"Kita telah menyaksikan kelaparan karena lingkungan di Madagaskar dan migrasi massal. Kita akan melihat peningkatan konflik untuk akses ke sumber daya yang kian menipis, khususnya air dan makanan. Kita akan melihat peningkatan masalah kesehatan khususnya akibat panas perkotaan karena suhu di tingkat yang tak dapat ditoleransi dan polusi meningkat," cetus Dr Andrew Terry, di Zoological Society of London.
Para ahli memperingatkan ekosistem mulai mendekati titik kritis dan berubah ke kondisi baru yang terdegradasi. "Ini akan menyebabkan daerah tropis yang dulu subur dan basah berubah jadi sabana kering, atau arus laut yang menghangat berubah total. Di sinilah kita akan melihat pergeseran fungsional besar-besaran yang akan berdampak pada manusia," katanya.
Di seluruh dunia, orang-orang menyadari alam dan spesies menghilang dalam rentang beberapa generasi. Tonthoza Uganja, pakar restorasi lahan dari desa Yesaya di Malawi menilai bahwa dalam beberapa generasi terakhir, kelimpahan alam menurun drastis. "Jika Anda melihat perubahannya, perubahannya luar biasa. Gila," kata Uganja.
Jika tidak bertindak, Uganja menilai kita akan kehilangan sejarah kita di planet ini, karena alam adalah sejarah kita. Di Malawi bagian tengah, Uganja mengatakan ancaman semakin banyak, dengan perubahan sistem cuaca membuat gagal panen makin umum terjadi.
"Perubahan iklim memiliki dampak yang menghancurkan. Perubahan ini membawa gelombang kejut yang besar di masyarakat.Kita berada di jurang kehancuran batas alami Bumi, kita belum sampai di sana, tetapi kita sudah berada di ambang kehancuran," katanya.
(fyk/rns)