Praktik Carbon Capture and Storage Tak Bisa Diburu-buru

Anggoro Suryo - detikInet
Minggu, 04 Feb 2024 19:30 WIB
Ilustrasi solar panel. Foto: REUTERS/Arnd Wiegmann
Jakarta -

Pembahasan mengenai carbon capture and storage (CCS) yang belakangan mengemuka setelah dibahas oleh Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dalam debat pilpres ke-4.

Lewat dua istilah tersebut, jejak karbon, pemanasan global, dan perubahan iklim yang selama ini hanya dipahami industri, pelan-pelan mulai jadi obrolan masyarakat. CCS merupakan teknologi mitigasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan ke atmosfer.

Pada dasarnya, teknologi tersebut merupakan rangkaian pelaksanaan proses yang berkaitan satu sama lain, mulai dari pemisahan dan penangkapan (capture) CO2 dari sumber emisi gas buang (flue gas), pengangkutan CO2 tertangkap ke tempat penyimpanan (transportation), dan penyimpanan ke tempat yang aman (storage).

Pemisahan dan penangkapan CO2 dilakukan dengan teknologi absorpsi. Teknologi ini sudah cukup lama dikenal oleh kalangan industri. Namun, implementasi yang lebih luas belum banyak, dan tak bisa diburu-buru.

"Sebetulnya praktik soal carbon storage yang digembar-gemborkan masih memerlukan banyak studi kelayakan, khususnya jika mau diterapkan di Indonesia. Bila merujuk pada studi yang ada, Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan sampai praktik tersebut bisa dilakukan. Studi yang layak perlu dilakukan untuk memastikan apakah tanah kita (di Indonesia) sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan untuk difungsikan sebagai carbon storage," kata Kodratul Safti, Presdir PT Atap Surya, penyedia solusi solusi solar panel.

Safti menyebut studi yang saat ini ada membuktikan bahwa belum semua tempat atau lokasi cocok menjadi area penyimpanan karbon. Safti juga menyoroti pentingnya untuk menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan para ahli di bidang lingkungan.

"Bersama-sama, kita perlu memahami dan memastikan bahwa risiko yang dihasilkan dari penerapan praktik CCS tersebut tidak menjadi pengaruh buruk di masa depan bagi lingkungan dan masyarakat," tambahnya, dalam keterangan yang diterima detikINET.

Untuk jangka pendek, Safti meyakini CCS bukan solusinya. Hal yang lebih penting menurutnya adalah percepatan transformasi industri energi yang bersih, yang menurutnya akan sulit terwujud jika tak ada kesadaran.

Untuk membangun kesadaran, Safti mengajak masyarakat untuk melihat lebih jauh risiko dari jejak karbon yang telah dihasilkan manusia.

Perlu diketahui, hampir seluruh aktivitas manusia menimbulkan jejak karbon atau juga dikenal dengan gas emisi buang. Aktivitas sederhana sekalipun, seperti mengonsumsi makanan, dapat menghasilkan gas emisi. Terutama, jika makanan yang dikonsumsi berpotensi menjadi gunungan sampah.

Kata Safti, jejak karbon yang dihasilkan pun tak dapat dihitung sesederhana kita melihat besar kecilnya ukuran makanan tersebut. Lebih jauh dari itu, jejak karbon mulai dihitung sejak produk makanan dibuat, mulai dari ekstraksi bahan baku, proses produksi, pengemasan, distribusi menggunakan alat transportasi, hingga sampai pada tangan kita.

Pada 2019, Safti menjadi satu dari pendiri perusahaan teknologi energi surya berbasis di Jakarta yang menyediakan layanan serta produk bebasis ramah lingkungan dengan harga terjangkau. Lewat upaya itu, Safti berharap, masyarakat punya pilihan untuk berkontribusi terhadap masa depan bumi yang lebih bersih.

"Perubahan iklim dan polusi udara yang memburuk tiap waktu bukan lagi sekadar kata untuk menakut-nakuti. Ini seruan bagi kita sebagai warga negara untuk berkesadaran bahwa energi hijau sudah menjadi urgent matter. Mulai sekarang, cobalah mengambil tanggung jawab dan komitmen untuk beralih pada pilihan-pilihan yang lebih bersih dan berkelanjutan," tegasnya.

Saat ini, selain menjadi President Director PT Atap Surya, Safti juga mengambil bagian dari bisnis di Iforte Energi Nusantara, dan PT Tara Telco Indonesia. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai EVP Sales and Marketing PT Komet Infra Nusantara, dan Director PT Tara Cell.



Simak Video "Video: WhatsApp Hadirkan Sederet Fitur Baru untuk Bisnis"

(asj/asj)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork