Pelepasan satelit nano Surya Satellite-1 (SS-1) dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) ke orbit Bumi rendah atau Low Earth Orbit (LEO) pada Jumat (6/1/2023) berlangsung sukses. Yuk, kenal lebih jauh tentang satelit nano pertama karya anak bangsa ini.
Dikembangkan oleh mahasiswa
Proyek SS-1 diinisiasi oleh engineer muda Indonesia dari Surya University, bekerja sama dengan Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) sejak Maret 2016. Pada 2017, SS-1 memulai pengerjaan dan pelatihan pembuatan satelit nano dengan supervisi dari para periset di Pusat Teknologi Satelit.
SS-1 dikembangkan oleh tujuh orang mahasiswa Surya University yang saat ini sudah alumni, yaitu Setra Yoman Prahyang, Hery Steven Mindarno, M. Zulfa Dhiyaulfaq, Suhandinata, Afiq Herdika Sulistya, Roberto Gunawan, dan Correy Ananta Adhilaksma.
Perjalanan SS-1
Peluncuran dan pelepasan SS-1 ke orbit juga tak lepas dari peran United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).
Pada Februari 2018, tim SS-1 mengikuti sayembara program KiboCUBE yang diinisiasi oleh kedua organisasi antariksa tersebut. Pada Agustus 2018, tim SS-1 diumumkan sebagai pemenang sayembara tesebut sehingga memperoleh slot peluncuran satelit nano dari ISS.
"Sebelum diluncurkan, SS-1 sudah melalui berbagai tahap pengerjaan yang terdiri dari tahap desain, simulasi, prototyping, perakitan, dan pengujian," kata Setra Yoman Prahyang yang menjadi project leader SS-1.
Setelah diumumkan menjadi pemenang sayembara KiboCUBE, pada Agustus 2018, pihaknya melakukan Perjanjian Kerja Sama dengan Pusat Teknologi Satelit LAPAN (sekarang Pusat Riset Teknologi Satelit - BRIN), untuk bimbingan pembuatan satelit nano, pengadaan berbagai komponen 'Space Grade', dan pemakaian alat pengujian yang diperlukan dalam pembuatan SS-1.
Selanjutnya, di acara Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF) ke-24 (November 2018) di Singapura, tim SS-1 melakukan perjanjian kerja sama dengan JAXA. Perjanjian ini untuk pembimbingan proses pembuatan satelit yang terdiri atas beberapa fase.
Lalu di Februari 2019, tim SS-1 melakukan kerja sama dengan PT. Pudak Scientific, Bandung, Jawa Barat, untuk proses pengadaan manufaktur struktur dari SS-1.
Tim SS-1 menerima kunjungan dan bimbingan teknis dari JAXA pada Mei 2019, kala itu berlokasi di Pusat Teknologi Satelit. Pertemuan ini untuk membahas dokumen teknis peluncuran yang diperlukan untuk Fase 01 (perancangan dan simulasi nano satelit).
Pada Desember 2019, tim SS-1 dinyatakan lolos pada tahap Fase 02, dan melanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu Fase 03 (pembuatan dan pengujian satelit nano). Pada 2020, dilanjutkan proses pengerjaan Fase 03 dan pengadaan beberapa komponen untuk Flight Model Surya Satellite-1.
Selanjutnya, pada pertengahan 2021, dimulai perangkaian satelit SS-1 dan melakukan beberapa tahap pengujian yang terdiri dari Final Functional Testing dan Environmental Testing yang dilakukan di Pusat Teknologi Satelit LAPAN di Bogor, Jawa Barat.
Pada akhir 2021, tim SS-1 telah menyelesaikan environment test. Pada 2021, team SS-1 dibantu oleh PT. Pasifik Satelit Nusantara (PSN) membangun Stasiun Bumi dari tahap desain hingga realisasi untuk digunakan oleh tim SS-1.
Selanjutnya, pada Juni 2022, SS-1 berhasil lolos tahapan Fase 03 dan Safety Review Panel oleh para engineer JAXA. SS-1 kemudian dikirimkan ke Jepang dan diserah-terimakan kepada JAXA sebagai pihak peluncur di Tsukuba Space Center pada 8 Juli 2022.
Satelit ini kemudian di-install pada modul deployer (Modul JSSOD). SS-1 kemudian diluncurkan menuju ISS pada 27 November 2022 dengan roket SpaceX CRS-26. Dan akhirnya, pada Jumat (6/1/2023), SS-1 dilepaskan dari ISS menuju LEO.
Fungsi satelit SS-1
Pelepasan SS-1 menuju orbit, memungkinkan satelit beroperasi di ketinggian 400-420 km di atas permukaan Bumi, dengan sudut inklinasi 51,7 derajat.
Adapun misi utama dari proyek SS-1 adalah APRS (Automatic Package Radio System) untuk kebutuhan Radio Amatir (ORARI) dan juga dapat difungsikan untuk sistem komunikasi dan deteksi kebencanaan.
Sejarah baru
Peluncuran ini berhasil menorehkan sejarah besar dalam pencapaian industri antariksa nasional. Hal ini karena peluncuran satelit nano relatif baru di Indonesia.
Untuk diketahui, mayoritas satelit yang beroperasi dan dipakai saat ini merupakan satelit mikro. SS-1 merupakan satelit nano atau cubesat yang berukuran 10 x 10 x 11,35 cm dengan berat 1 hingga 1,3 kg, jauh lebih kecil dari satelit mikro atau tubesat yang biasanya memiliki berat 50-70 kg.
Simak Video "Kuwait Luncurkan Satelit Nano Pertamanya ke Luar Angkasa"
(rns/rns)