Teknologi Lie Detector Untuk Periksa Putri Candrawathi
Hide Ads

Teknologi Lie Detector Untuk Periksa Putri Candrawathi

Tim - detikInet
Selasa, 06 Sep 2022 17:45 WIB
Business man carrying white mask to his body indicating Business fraud and faking business partnership
Foto: Ilustrasi/thinkstock
Jakarta -

Putri Candrawathi, tersangka kasus pembunuhan Brigadir J sekaligus istri Ferdy Sambo, bakal diperiksa dengan alat pendeteksi kebohongan atau lie detector. Seperti apa teknologi di balik perangkat yang satu ini?

Hari ini diperiksa PC dan saksi Susi. Di Puslabfor Sentul," ujar Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi, Selasa (6/9/2022).

Alat pendeteksi kebohongan sebenarnya lebih tepat disebut sebagai poligraf, yakni perangkat atau prosedur yang mengukur dan merekam beberapa indikator fisiologis seperti tekanan darah, pernapasan, detak dan konduktivitas kulit ketika seseorang menjawab beberapa pertanyaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alat pendeteksi kebohongan saat ini umumnya merupakan serangkaian alat yang membentuk sistem perekaman terkomputerisasi. Tingkat dan kedalaman saat bernapas diukur dengan pneumograf yang dililit ke dada peserta tes.

Aktivitas jantung dan pembuluh darah dicek dengan sabuk tekanan darah. Sementara itu, keringat dicek dengan elektroda di ujung jari. Datanya direkam dan tersimpan di komputer.

ADVERTISEMENT

Peserta tes poligraf lalu menjalani serangkaian pengenalan tentang pembohongan, bagaimana cara alat pendeteksi kebohongan bekerja, menjawab pertanyaan spesifik tentang sebuah kasus, dan pertanyaan umum tentang kebohongan sambil menjalani perekaman indikator tersebut.

Lalu apakah alat pendeteksi kebohongan akurat? Peneliti deteksi kebohongan Prof. Aldert Vrij mengatakan, akurasi poligraf sudah dipertanyakan sejak ditemukan pada 1921. Ia mengatakan, namanya sebagai 'alat pendeteksi kebohongan' pun pada dasarnya sudah salah.

"Alat ini tidak mengukur kebohongan, yang seharusnya jadi inti fungsinya. Konsepnya, pembohong akan menunjukkan peningkatan respons tubuh saat menjawab pertanyaan kunci, sementara orang yang menjawab jujur tidak. Tapi tidak ada teori yang kuat untuk mendukung konsep ini," kata Vrij.

Ikut tes pendeteksi kebohongan saja bisa meningkatkan stres dan membuat peserta merasa bersalah, meski tak bersalah. "Orang yang diwawancarai dengan poligraf cenderung merasa stres. Jadi, meski poligraf cukup bagus dalam mengidentifikasi kebohongan, poligraf tidak terlalu bagus dalam mengidentifikasi kebenaran," katanya.

Walau demikian, alat pendeteksi kebohongan masih terus dipakai di berbagai negara dan teknologinya terus dikembangkan. Di Amerika Serikat pada tahun 2018, diestimasi digelar 2,5 juta tes poligraf.

Sedangkan di mayoritas negara Eropa, tes poligraf pada umumnya dinilai tidak kuat untuk mencari bukti dan biasanya tidak digunakan oleh penegak hukum. Di Inggris, tes poligraf atau alat pendeteksi kebohongan bisa dilakukan, namun hasilnya tidak bisa digunakan sebagai bukti di pengadilan.




(fyk/fay)