Pengamatan di Observatorium Timau Buktikan Waktu Subuh Sudah Benar
Hide Ads

Pengamatan di Observatorium Timau Buktikan Waktu Subuh Sudah Benar

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 08 Agu 2022 05:48 WIB
Observatorium Nasional Timau di Kupang Buka Jalan Pencarian Exoplanet oleh Indonesia
Pengamatan di Observatorium Timau Buktikan Waktu Subuh Sudah Benar. Foto: DW SoftNews
Jakarta -

Pengamatan fajar yang dilakukan di kawasan Observatorium Nasional Timau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, membuktikan jadwal waktu salat subuh dari Kementerian Agama (Kemenag) sudah benar.

"Masalah waktu salat subuh masih jadi kebingungan masyarakat karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa jadwal salat subuh dianggap terlalu awal," kata Prof Dr Thomas Djamaluddin, MSc, pakar dan ilmuwan astronomi Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dikutip dari blog pribadinya.

Profesor Djamal menjelaskan, pada awal 2000-an ada kelompok Qiblati yang menganggap waktu subuh terlalu awal dari sudut pandang dalil. Mereka beranggapan seharusnya fajar lebih terang lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian sekitar tahun 2017, peneliti dari Uhamka mengemukan data bahwa waktu subuh mestinya lebih siang berdasarkan data Sky Quality Meter (SQM). Pada 2021, Muhammadiyah mengubah jadwal waktu salat subuhnya mundur 8 menit.

Menguji kebenaran waktu subuh

"Sejak 2010 saya sudah menjelaskan bahwa dari segi dalil syar'i maupun logika astronomi, jadwal salat oleh Kemenag sudah benar. Kemudian dijelaskan pula potensi polusi cahaya mengganggu data SQM oleh Tim Uhamka yang menyimpulkan waktu subuh lebih siang," kata profesor Djamal.

ADVERTISEMENT

Untuk menguji kebenaran waktu shubuh, tim Kemenag melakukan pengukuran di Labuan Bajo dan menyimpulkan bahwa waktu subuh sudah benar. Fajar sudah muncul pada saat posisi Matahari -20 derajat.

Bukti lebih meyakinkan disajikan dari pengukuran awal fajar dari berbagai tempat oleh mahasiswa program doktor UIN Semarang yang dibimbing profesor Djamal. Adapun disertasinya adalah tentang pengaruh polusi cahaya pada pengukuran awal fajar.

"Bukti paling nyata ditunjukkan dengan membandingkan data dari Banyuwangi yang minim polusi cahaya dan dari Semarang yang terpolusi cahaya. Semuanya menunjukkan bahwa pada posisi Matahari -20 derajat fajar shadiq telah muncul. Jadi, jadwal shalat dari Kemenag sudah benar," jelasnya.

Untuk lebih memberikan keyakinan publik, Kemenag bekerja sama dengan Pusat Riset Antariksa BRIN pada 28-29 Juli 2022 melakukan pengamatan di kawasan Observatorium Nasional Timau di Kupang.

Selanjutnya: Metode pengamatan

Metode pengamatan

Untuk diketahui, langit Timau sangat cerah pada musim kemarau dan masih sangat gelap, jauh dari polusi cahaya. Tim melakukan pengukuran dengan menggunakan empat alat utama, yaitu dua SQM dan dua kamera perekam citra ufuk timur.

Pada citra pukul 04.42 dan 04.38 WITA di bawah ini ada planet Venus yang cukup terang. Posisi Venus (Bintang Timur) bisa menunjukkan posisi ekliptika (posisi di langit tempat matahari dan planet-planet). Pada kedua citra tersebut terlihat fajar kadzib (cahaya zodiak) menjulang di sepanjang ekliptika, yaitu dari posisi Venus (bintang terang di sela pepohonan) ke arah kiri atas.

Pada citra pukul 04.42 WITA atau posisi Matahari -19 derajat ternyata di ufuk timur sudah terlihat cahaya merah. Artinya, pada posisi Matahari -18 seperti jadwal shalat yang digunakan Muhammadiyah, fajar merah akan semakin terang. Jadwal subuh pada posisi -18 terbukti sudah terlalu siang.

Bagaimana dengan citra sebelumnya? Ternyata pada pukul 04.38 belum ada cahaya merah tersebut. Diduga fajar shadiq (fajar penentu awal shubuh) sudah muncul dengan cahaya putih yang membentang di ufuk timur pada pukul 04.38 WITA atau posisi Matahari -20 derajat. Namun karena di ufuk timur banyak pepohonan, munculnya fajar yang bercahaya putih tersebut tidak teramati dengan jelas.

Pengamatan fajar di Observatorium Nasional TimauPada posisi matahari -19, di ufuk timur sudah terlihat fajar berwarna merah di sela-sela pepohonan. Garis menunjukkan ketinggian Venus 3,2 derajat. Foto: dok. Profesor Thomas Djamaluddin
Pengamatan fajar di Observatorium Nasional TimauPada pukul 04.38 WITA posisi matahari -20 derajat. Diduga saat itu sudah ada fajar di ufuk, namun sebagian besar terganggu oleh pepohonan. Foto: dok. Profesor Thomas Djamaluddin

Untuk memastikan kemunculan fajar shadiq, data SQM (gambar di bawah) memberikan informasi yang sangat akurat. Waktu pengamatan sudah dinyatakan dengan posisi Matahari.

Pada saat setting peralatan, data masih berfluktuasi karena pergeseran alat (data menaik karena alat tertutup atau tergeser ke arah yang lebih gelap) dan gangguan cahaya sekitar (data menurun karena ada lampu HP yang menyala). Setelah itu kurva cahaya menurun secara lambat. Itulah ciri cahaya fajar kadzib atau cahaya zodiak. Penurunan akibat cahaya fajar kadzib bisa dinyatakan dengan fungsi liner.

Pengamatan fajar di Observatorium Nasional TimauPengamatan fajar di Observatorium Nasional Timau. Foto: dok. Profesor Thomas Djamaluddin

Fajar shadiq atau fajar astronomi dicirikan dengan kemunculan cahaya yang makin terang dengan cepat. Di kurva cahaya, kemunculan fajar shadiq dicirikan dengan mulai menurunkan kurva meninggalkan fungsi linier. Itu terjadi pada posisi Matahari -20 derajat.

"Jadi, data pengukuran dari kawasan Observatorium Nasional Timau, sekali lagi membuktikan jadwal salat subuh dari Kemenag sudah benar," tutup profesor Djamal.