Sekelompok peneliti berhasil mentransplantasikan jantung babi yang dimodifikasi secara genetik ke tubuh dua orang yang baru saja meninggal yang terhubung ke ventilator.
Tim peneliti dari New York University (NYU) mengumumkan, operasi tersebut merupakan langkah maju terbaru di bidang transplantasi hewan ke manusia, atau xenotransplantasi, yang telah mengalami banyak keberhasilan sepanjang tahun ini. Setiap keberhasilan, meningkatkan harapan adanya pasokan organ yang stabil.
Satu-satunya hal yang berbeda tentang transplantasi jantung kali ini dibandingkan transplantasi jantung manusia ke manusia normal adalah organ itu sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan kami adalah untuk mengintegrasikan praktik yang digunakan dalam transplantasi jantung sehari-hari, hanya dengan organ bukan manusia yang akan berfungsi secara normal tanpa bantuan tambahan dari perangkat atau obat-obatan yang belum diuji," kata Nader Moazami, Direktur Transplantasi Jantung di NYU Langone Transplant Institute, dikutip dari The Verge, Rabu (13/7/2022).
Tim melakukan transplantasi pada 16 Juni dan 9 Juli, dan setiap penerima dipantau selama tiga hari. Pada saat itu, jantung berfungsi normal, dan tidak ada tanda-tanda penolakan dari penerima, yang terhubung ke ventilator untuk menjaga proses tubuh mereka berfungsi semi-reguler, bahkan setelah dinyatakan meninggal.
Kedua penerima tidak dapat menjadi donor organ tetapi dapat berpartisipasi dalam donor seluruh tubuh untuk jenis penelitian ini. Kedua jantung babi tersebut berasal dari perusahaan bioteknologi Revivicor, yang memproduksi babi yang dimodifikasi secara genetik. Perusahaan ini juga mendanai penelitian tersebut.
Babi yang dimodifikasi Revivicor memiliki 10 modifikasi genetik, empat untuk memblokir gen babi dan mencegah penolakan, dan enam lainnya untuk menambahkan gen manusia. Sebelumnya, Revivicor juga terlibat dalam transplantasi jantung babi ke orang yang masih hidup, awal Januari di University of Maryland Medical Center.
David Bennett Sr, nama pasien tersebut, menderita penyakit jantung parah. Awalnya, David merespons transplantasi dengan baik. Sayang, ia kemudian meninggal pada Maret lalu karena gagal jantung.
Penyebab spesifiknya masih belum diketahui, tetapi infeksi virus babi mungkin telah menyebabkan kematiannya. Jantung babi seharusnya bebas dari virus, tetapi para ahli mengatakan virus sulit dideteksi.
Tim NYU mengatakan telah memperkenalkan protokol penyaringan virus tambahan untuk transplantasinya. Untuk itu, mereka menyediakan ruang operasi khusus untuk xenotransplantasi. Ruangan itu tidak akan digunakan untuk prosedur bedah lainnya.
Robert Montgomery, Direktur NYU Langone Transplant Institute menyebutkan, meski pasien penerima transplantasi sudah meninggal, pengujian ini tetap merupakan perkembangan penting.
"Fokusnya benar-benar pada belajar, belajar, mengukur, dan mencoba untuk benar-benar mengungkap apa yang terjadi dengan teknologi baru yang luar biasa ini," katanya.
Lewat penelitian ini, tim dapat melakukan biopsi setiap hari, misalnya. Dibandingkan dengan peneliti di University of Maryland, mereka tidak dapat mempelajari transplantasi secara detail karena penerimanya masih hidup.
Pasien mati otak juga telah digunakan di NYU untuk menguji xenotransplantasi ginjal. Baru-baru ini NYU mengumumkan mereka berhasil memasang ginjal babi ke kaki pasien dengan ventilator. Tubuh pasien tidak menolak organ tersebut, dan berfungsi normal melalui 54 jam pengamatan.
Masih banyak yang harus dipelajari tentang xenotransplantasi dan banyak yang harus diketahui tentang implikasi etis dari prosedur cangkok organ hewan ke manusia. Tetapi jika berhasil, ini bisa menjadi opsi baru bagi ribuan orang dalam daftar tunggu untuk organ.
"Xenotransplantasi, saya percaya, menawarkan kesempatan terbaik untuk sumber organ yang terbarukan dan berkelanjutan sehingga tidak ada yang harus meninggal menunggu organ," tutup Montgomery.
(rns/fay)