Taliban Kuasai Afghanistan, Vaksinasi COVID-19 Bakal Mengkhawatirkan
Hide Ads

Taliban Kuasai Afghanistan, Vaksinasi COVID-19 Bakal Mengkhawatirkan

Rachmatunnisa - detikInet
Rabu, 18 Agu 2021 22:05 WIB
Warga terus memadati Bandara Kabul, Afghanistan. Mereka berniat meninggalkan negaranya.
Bandara Kabul disesaki warga yang ingin melarikan diri dari Afghanistan. Foto: AP Photo
Jakarta -

Setelah berkonflik selama 20 tahun, Taliban kembali menguasai Afghanistan. Banyak orang di negara itu mengkhawatirkan keselamatan dan mata pencaharian mereka. Ada juga kekhawatiran serius akan krisis kemanusiaan lebih lanjut dalam konteks pandemi COVID-19.

Secara historis, Taliban menentang vaksin. Bukan rahasia lagi bahwa Komandan Taliban dikenal memblokir akses vaksin polio, bahkan membunuh tenaga medis yang bertugas menyuntikkan vaksin.

Awalnya, Taliban mengambil pendekatan yang berbeda dalam hal pandemi COVID-19. Kelompok ini sebenarnya membantu upaya domestik dan internasional untuk mengendalikan penyebaran virus di wilayah Afghanistan yang dikendalikannya saat itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, niat baik itu tampaknya telah berakhir. Kantor berita Afghanistan Shamshad News melaporkan bahwa Taliban telah melarang penggunaan vaksin COVID-19 di Paktia, salah satu dari 34 provinsi negara yang terletak di Afghanistan Timur.

Menurut Direktur Kesehatan Masyarakat provinsi setempat, Walayat Khan Ahmadzai, Taliban telah meminta mereka untuk berhenti mendistribusikan vaksin dan sejak itu menutup bangsal vaksin COVID-19 di rumah sakit daerah.

ADVERTISEMENT

Padahal, seperti dikutip dari IFL Science, Afghanistan telah mengalami lebih dari 150.000 kasus COVID-19 dan hampir 7.000 kematian. Penghentian distribusi vaksin COVID-19 tentu saja mengkhawatirkan dan berkontribusi menghambat upaya membentuk kekebalan kawanan secara global.

Untuk diketahui, organisasi militer tersebut telah menjadi salah satu faksi utama dalam Perang Saudara Afghanistan, yang menguasai negara itu antara tahun 1996 dan 2001 setelah penarikan Soviet.

Mereka dicopot dari kekuasaan pada tahun 2001 ketika Amerika Serikat dan Inggris menginvasi Afghanistan. Selama dua dekade terakhir, mereka terus melakukan pemberontakan di seluruh negeri. Pada hari Minggu, 15 Agustus, ibu kota Kabul jatuh ke tangan Taliban ketika presiden Afghanistan Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu dan pemerintahannya runtuh.

Banyak negara barat yang ambil bagian dalam perang di Afghanistan, seperti Jerman dan Inggris, saat ini sedang sibuk mengevakuasi personel diplomatik mereka dari negara itu, meskipun AS dan Kanada berjanji untuk memukimkan kembali warga Afghanistan yang rentan terdampak. Tidak jelas apakah rencana untuk melanjutkan deportasi para migran kembali ke Afghanistan oleh enam negara Uni Eropa akan dilanjutkan atau tidak.




(rns/rns)