Siklon Tropis Seroja di NTT Terkait dengan Pemanasan Global
Hide Ads

Siklon Tropis Seroja di NTT Terkait dengan Pemanasan Global

Rachmatunnisa - detikInet
Rabu, 07 Apr 2021 19:12 WIB
Siklon Tropis Seroja Dilihat dari Satelit
Siklon tropis Seroja dilihat dari satelit. Foto: Zoom Earth
Jakarta -

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kondisi siklon tropis Seroja yang menerjang Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak lazim, dan berkaitan dengan pemanasan global.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, umumnya badai siklon yang terjadi di Indonesia tidak masuk ke daratan. Namun badai Seroja malah masuk ke daratan dalam kekuatan pusaran yang cukup tinggi.

"Umumnya, siklon yang terjadi di Indonesia itu tidak masuk ke daratan. Ini sudah masuk kelihatan, itu kekuatannya yang tertinggi. Siklon tropis Seroja ini baru yang pertama kali benar-benar cukup dahsyat karena masuk sampai ke daratan. Ini yang tidak lazim," kata Dwikorita lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (6/4).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum ada siklon Seroja di NTT, BMKG pernah mencatat adanya badai terkuat yakni siklon Cempaka. Namun badai ini hanya terjadi di perairan sehingga tidak berdampak pada daratan. Hanya bagian kecil yang sempat masuk ke daratan.

"Begitu masuk ke darat, kalau sebelumnya (siklon Cempaka) langsung pecah dan terurai. Tetapi yang ini (siklon Seroja) mulai berkembang saja sudah kena pulau. Dan itulah yang membuat lebih dasyat. Bayangkan (kecepatan) pusarannya 85 km per jam," terangnya.

ADVERTISEMENT

"Nah, jadi sebelah kiri Seroja, saat terbentuk sudah masuk di Kupang. Dan merahnya yang kuat, yang pusaran tinggi kecepatannya berada di darat. Ini baru pertama kali terjadi di Indonesia," urainya.

Kondisi ini, kata Dwikorita, bisa terjadi karena ada peningkatan suhu muka air laut yang disebabkan oleh produksi emisi gas rumah kaca. Menurutnya, laju siklon tropis bisa jadi muncul karena pemanasan global.

"Laut itu tempat mengabsorbsi CO2 (karbon dioksida) dan itu dampak dari gas rumah kaca. Bisa dirunut ke sana. Ini baru hipotesis. Tapi ada korelasinya dengan peningkatan suhu muka air laut yang dipengaruhi global warming," katanya.

Lebih lanjut, Dwikorita menyebut siklon tropis berpotensi terjadi setiap tahun jika tidak ada upaya yang dilakukan untuk menekan pemanasan global atau krisis iklim.

"Global warming memang benar-benar harus dimitigasi. Kalau tidak, kondisi siklon (tropis) akan kejadian rutin setiap tahun, jadi normal. Ini yang harus diantisipasi bersama," ujarnya.

Bukan tanpa alasan, Dwikorita menyampaikan proyeksi ini dengan berkaca pada kejadian siklon tropis dalam kurun waktu empat tahun ke belakang. Menurutnya, sejak tahun 2017, siklon tropis terus terjadi setiap tahun hingga hari ini.

"Indonesia telah mencatat sejak 2008 ada 10 tropical cyclone. Namun 2008 terjadi sekali, lalu 2010, lalu 2014, 2-4 tahun sekali. Tapi sejak 2017 itu setiap tahun selalu terjadi. Dan bahkan dalam satu tahun bisa dua kali," sebutnya.

Sebelumnya diberitakan, banjir bandang melanda NTT Minggu (4/4). Akibat bencana tersebut, (berdasarkan data Selasa 6/4) sebanyak 128 orang dilaporkan meninggal dunia, 103 orang masih dalam pencarian, dan 8.424 orang dari 2.019 keluarga harus mengungsi.

BMKG menyatakan kondisi Siklon Tropis Seroja masih akan menguat sampai hari ini (Rabu 7/4) di perairan NTT, namun makin menjauh dari Indonesia. Selain mengakibatkan hujan, siklon tropis Seroja juga bisa menimbulkan gelombang laut serupa tsunami masuk ke daratan. Siklon Tropis Seroja kini bergerak dengan kecepatan 10 km/jam ke arah Barat Daya menuju Australia.




(rns/fay)