Tinggi gunung tertinggi sejagat, Everest, kemungkinan berubah dalam waktu dekat. Itu karena China dan Nepal telah bermitra untuk mengukur kembali ketinggian Everest dan akan mengumumkan hasilnya.
Everest dan deretan pegunungan Himalaya memang berada di wilayah Nepal dan China. Dalam kesepakatan di tahun 2019, kedua negara akan bersama-sama mengukur lagi berapa tinggi Everest dan akan membeberkan hasilnya bersama-sama. Namun karena mendadak ada pandemi Corona, pengumuman itu meleset dari rencana.
Seperti dikutip detikINET dari Guardian, tim dari Nepal mengukur Everest pada tahun silam sedangkan China mengirimkan tim sendiri pada Mei tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 5 Tempat Misterius di Pegunungan Himalaya |
Menurut sejarahnya, kedua negara biasa tidak sepakat dengan ketinggian resmi Mount Everest. Namun pada tahun 2010, mereka setuju dengan pendapat masing-masing.
"Pihak China, menerima klaim Nepal bahwa ketinggian salju di Mount Everest adalah 8.848 mdpl, sedangkan Nepal mengakui klaim China bahwa ketinggian batu di gunung itu adalah 8.844,43 mdpl," sebut Kementerian Luar Negeri China pada saat itu.
Ya ampun, selisih 4 meter doang! Akan tetapi sampai saat ini, pengukuran dilakukan oleh Amerika Serikat, Eropa dan India ketimbang China dan Nepal sendiri. Maka untuk itulah, karena Everest berada di wilayah mereka dan menjadi kebanggaan nasional, kedua negara memutuskan melakukan pengukuran bersama.
Kedua negara menggunakan poin ketinggian level air laut berbeda sebagai referensi, di mana China memakai patokan laut Kuning dan Nepal lebih ke laut di dekat Bay of Bengal.
Sekadar menilik sejarah, pertama kali ketinggian Everest dideklarasikan adalah 8.840 oleh Great Trigonometric Survey (GTS) of India di tahun 1856. Ketinggian itu berubah seiring waktu tergantung survei terkini atau titik ketinggian yang jadi patokan, apakah batu atau salju.
"Ketinggian Everest berubah secara konstan karena aktivitas tektonik, di mana gempa Bumi pada tahun 2015 adalah yang terkini," sebut Christopher Pearson, pakar di University of Otago, Selandia Baru.
(fyk/fay)