Ilmuwan terkadang menguji coba obat-obatan atau vaksin terlebih dahulu di tubuh mereka. Itulah yang dilakukan oleh salah satu ilmuwan top China. Dia diinjeksi vaksin Corona yang masih berada dalam tahap eksperimen atau uji coba.
Dia adalah Gao Fu, Kepala Chinese Center for Disease Control and Prevention (CDC). Dia tidak membeberkan kandidat vaksin mana yang diujicobakan pada tubuhnya, tapi berharap manjur mengatasi virus Corona.
"Saya akan mengungkap suatu rahasia. Saya diinjeksi dengan salah satu vaksin (Corona)," kata dia dalam event webinar Alibaba Health, seperti dikutip detikINET dari International Business Times.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu alasannya mau ikut serta dalam uji coba vaksin Corona adalah untuk meyakinkan orang agar mau disuntik vaksin jika nanti telah tersedia dan terbukti aman. Memang belakangan teori konspirasi bahwa vaksin Corona berbahaya makin marak di media sosial.
"Setiap orang punya rasa curiga terhadap vaksin Corona. Sebagai seorang ilmuwan, Anda harus berani. Jika kami tidak melakukan hal ini, bagaimana bisa kami membujuk semua orang, masyarakat, untuk divaksinasi?" kata Fu.
Beberapa perusahaan farmasi China memang tengah giat mengembangkan vaksin Corona yang sekarang sudah berada di tahap lanjut, di antaranya adalah Sinovac, SinoPharm, dan CanSino. Ada kemungkinan Fu disuntik dengan salah satu kandidat vaksin Corona tersebut.
Memang para pegawai dan bosnya menjadi sasaran eksperimen sebelum diberikan kepada relawan di luar perusahaan. Yang Xiaoming selaku Presiden Sinopharm menyatakan lebih dari seribu pegawai di grup perusahaannya sudah diinjeksi vaksin secara sukarela dan diklaim hasilnya menjanjikan.
"Vaksin yang kami kembangkan bisa menghadapi seluruh strain Coronavirus yang saat ini terdeteksi," klaim Yang, dikutip detikINET dari Global Times. Ia berani memperkirakan vaksin akan tersedia sekitar akhir tahun ini atau awal 2021.
Praktik suntik vaksin Corona seperti itu tidak mengagetkan di China. "Gagasan bahwa orang-orang mau mengorbankan dirinya memang diharapkan di China," kata Yanzhong Huang, pakar kesehatan di Council on Foreign Relations.
(fyk/fay)